Cerita Masa Lalu Kelam Roy Kiyoshi ‘Karma’
Semasa kecil Roy Kiyoshi kesulitan beradaptasi dan mengolah kemampuan khususnya. Ia mulai menunjukkan bakatnya saat duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Saat itu, Roy bisa berinteraksi dengan makhluk yang tidak dilihat oleh orang-orang di sekitarnya.
“Jadi saat kecil saya suka ngobrol dengan objek yang mati, seperti tembok. Aku punya pola pikir yang unik dan berbeda dari orang lain. Saat kelas 5 SD ada sesuatu dari saya yang beda, dan makin lama makin terlihat,” Roy menuturkan.
Perilaku Roy dianggap aneh oleh orang kebanyakan. Dia pun sempat dikucilkan dan diperlakukan berbeda, baik oleh teman maupun gurunya di sekolah. “Orang-orang di sekolah bully saya. Guru dan teman-teman nggak asyik,” kenangnya.
Beruntung, hal itu tak terjadi di rumah. Orangtua Roy sangat bisa menerima anugerah yang dimiliki sang anak.
“Indigo tuh harus dirangkul, bukan dikucilkan. Banyak yang aneh, anak (indigo) dibawa ke paranormal, disembur biar hilang jinnya, untung aku enggak,” Roy bersyukur.
Ia juga menceritakan, saat usianya 5 tahun, kehidupan ekonomi keluarganya cukup sulit. Keluarga Roy tinggal di sebuah rumah petak. Mereka juga tak punya kendaraan, sehingga berpergian kemana-mana dengan becak atau bus.
Meski sulit, Roy menyaksikan ibunya, Lanny Chandrawati, berjuang keras agar anak-anaknya bisa bersekolah.
“Mama sampai menjual cincin kawin karena tidak bisa memasukkan saya ke SD. Zaman itu, saya ingat, mau makan di mal saja rasanya kesempatan langka,” ungkapnya.
Roy mengatakan, ibunya hanya ibu rumah tangga biasa dan ayahnya karyawan perusahaan swasta yang memproduksi minyak angin. Ada masanya gaji bulanan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan satu keluarga.
“Kehidupan kami dulu benar-benar susah. Namun yang bikin saya takjub, biarpun tidak punya apa-apa, mama bisa membesarkan saya mati-matian menyekolahkan saya, mendidik dan mengarahakan agar pintar. Dia juga sangat mengusahakan, tidak tahu bagaimana caranya agar anak-anaknya tetap bisa makan makanan yang bergizi. Terbayang tidak bagimana luar biasanya beliau,” Roy begitu menyangjung sang ibu.
Ibunya juga yang membuat Roy bisa menerima semua kemampuannya dan mengarahkan hingga menjadi sesuatu yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain seperti sekarang.
“Mama memberikan kebebasan kepada saya, mau menjadi apa dengan semua bakat yang saya punya. Ini penting bagi anak indigo, biarkan dia berkreasi dan memilih jalan hidupnya sendiri. Mama mendukung sepenuhnya apa yang saya lakukan,” tutur Roy. (*)