Cerita Kampung Kue dan Jargas PGN yang Semakin Meringankan
Warga kampung Rungkut Lor II Surabaya sudah mulai beraktivitas sejak pukul 03.00 WIB. Ketika langit masih gelap dan sebagian orang masih tertidur lelap, warga kampung yang berprofesi sebagai pembuat kue ini sudah sibuk menata kue-kue hasil olahannya seperti putu ayu, lapis, risol, lemper dan lain-lain. Dagangan ini yang akan dijual.
Sebanyak 65 warga dari kampung ini merupakan pembuat kue. Tak heran jika kampung ini dijuluki 'Kampung Kue'.
Choirul Mahpuduah, pelopor kampung kue menceritakan awal mula dirinya menemukan ide untuk mengembangkan perekonomian warga pada 2005 silam. Ia mendorong warga agar mempunyai keterampilan.
"Dulunya saya mendorong warga untuk punya ketrampilan dari jahit, membuat kerajinan sampai membuat kue. Jadi saya buat workshop sendiri untuk warga Rungkut Lor II tujuannya agar mereka mandiri," cerita Choirul Mahpuduah saat ditemui ngopibareng.id disela-sela aktivitasnya pada Rabu, 18 Desember 2019 pagi.
Menurut perempuan yang akrab disapa Irul ini, warga mulai mengikuti workshop pada 2005. Kemudian lanjut mengikuti pelatihan pemasaran dan sebagainya.
Usaha Irul rupanya tak sia-sia. Empat tahun kemudian,Rungkut Lor II akhirnya dikenal sebagai kampung kue.
"(Kampung kue terkenal) Dari 2009 sampai saat ini. Alhamdulilah banyak warga, terutama para wanita sudah mempunyai penghasilan sendiri. Intinya dari kue mereka bisa punya uang untuk hidup dan membayar hutang," ujar wanita kelahiran Kediri ini.
Irul menuturkan, ada sekitar 70 jenis kue yang diproduksi dari 65 warga pembuat kue. Masing-masing warga bisanya membuat dua jenis kue atau lebih.
Untuk mengorganisir pembuat kue, Irul mengungkapkan, menerapkan sistem kolaborasi. Jadi semuanya bisa menerima orderan kue, kalau memang bukan dia yang produksi kue tersebut akan diambilkan dari warga lain yang memproduksi kue pesanan konsumen.
"Istilahnya saling berbagi rejeki dan semuanya dapat," katanya.
Setiap hari kampung kue bisa memproduksi 18 ribu kue. Kue-kue tersebut dijual kembali ke tengkulak atau sesuai dengan pesanan.
Setiap usaha tentu memperlukan dukungan untuk terus berkembang. Begitu juga dengan kampung kue. Irul mengatakan, ada koperasi simpan pinjam yang diperuntukan untuk membatu usaha warga dalam hal pendanaan.
Selain koperasi simpan pinjam, tiga tahun terakhir pemakaian Jargas PGN untuk warga pembuat kue di kampung kue juga meringankan warga.
"Ada sekitar 30 warga pembuat kue yang menggunakan Jargas PGN. Bagi kami penjual kue sangat meringankan, dari segi ekonomi dan tenaga. Karena tidak perlu mengangkat-angkat elpiji," jelas Irul.
Tambahnya, Jargas PGN juga lebih hemat dibanding penggunaan LPG. Rata-rata warga pembuat kue bisa menghemat 50 persen anggaran untuk bahan bakar.
Irul mencontohkan, biasanya ia menghabiskan Rp500.000 sampai Rp600.000 untuk bahan bakar. Setelah menggunakan Jargas PGN pengeluarannya untuk bahan bakar hanya sekitar Rp300.000.
"Dalam pembuatan kue nyala api itu penting. Dulu kalau pakai elpiji habis ditengah-tengah proses produksi kuenya jadi tidak mengembang. Sekarang pakai Jargas PGN tidak ada lagi yang seperti itu," ungkap Irul
Untuk keamanan, Irul mengaskan, tidak ada keluhan dari warga dan justru aman karena nyala api bisa atur sesuai kebutuhan.
Dalam hal ini Irul juga ikut mengorganisir beberapa pembayaran warga yang memakai Jargas PGN. Kedepannya dengan semua bantuan dari banyak pihak dan sinergi warga, Irul ingin menjadikan kampung kue sebagai wisata kuliner dan edukasi.
"Target ini sudah mulai dicicil dari beberapa tahun lalu. Mungkin 2020 akan lebih menjadi prioritas agar segera tercapai," tutupnya.