Cerita Banteng, Memangnya Ada Banteng? Ah Dimana Coba
Banteng. Nama ini meruapkan keliaran, kekuatan, menakutkan, tak kenal kompromi, berotot, bertanduk, mata merah, mendegus ganas, dan seterusnya. Tetapi dimana banteng? Pasti sedikit yang tahu! Ah, pasti juga, sedikit yang peduli!
Andaikan orang tahu, barangkali tahunya hanya sebatas simbol sebuah partai politik di negeri tercinta ini. Salah satu partai politik besar di Indonesia. Simbolnya, banteng bertanduk melengkung, moncongnya putih. Begitukah banteng?
Atau justru berbeda. Dalam perspektif lain misalnya. Banteng didapatkan dalam sebuah perhelatan besar. Ditonton ribuan orang. Berjubel dalam sebuah lapangan karena tradisi. Disoraki dengan gempita antusias; bahwa ada orang melawan binatang ganas.
Itu juga banteng. Banteng melawan sang Matador. Negeri Spanyol memiliki tradisi aneh itu. Kain merah berkelebat, sebuah pisau tajam disiapkan. Matador menang mendapat hadiah dari Raja. Atau sebaliknya, matador mati dalam tandukan liar si banteng. Di kenang sebentar lalu dilupakan.
Atau di negeri yang lain, dalam adegan yang berbeda. Banteng yang liar ditunggangi, dan di lain hari juga dijinakkan. Itulah Koboi. Salah satu idiom keperkasaan orang-orang Amerika. Gentelmen. Dandanan keren. Topinya juga khas, kaku dan melebar menutupi sebagian wajah. Sepatunya booth tinggi, lalu dihias dengan lilitan temali panjang menyatu dengan senjata letup di pinggangnya. Begitukah banteng?
Lalu bagaimana di negeri sendiri? Adakah Banteng?
Ada! Namun keberadaannya lebih menyerupai bayangan yang tidak begitu konkrit. Hanya banyak tercatat dalam buku-buku pelajaran sekolah. Hanya berada dalam taman-taman nasional, masuk di ranah konservasi, dilindungi undang-undang untuk dilestarikan.
Sisi yang lain, muncul fenomena banteng keluar dari habitatnya di Taman-Taman Nasional. Entah kurang makan entah bosan dengan habitatnya. Mereka lalu masuk ke perkebunan-perkebunan rakyat.
Akibatnya banteng berkonflik dengan manusia. Konflik dengan pemilik kebun, konflik dengan perusahaan yang membawahi kebun-kebun produksi. Banteng dianggap sebagai hama, maka layak menjadi sasaran yang tak sekadar diusir. Terjebak, dijebak, lalu mati terbunuh.
Sudut konflik banteng-manusia ini tentu tak bisa dibiarkan. Sudah pasti ini butuh penanganan kontekstual dan terprogram. Apalagi, mengingat, banteng merupakan salah satu mamalia besar penting di Indonesia dan juga merupakan salah satu endangered species menurut Red Data Book IUCN tahun 2009.
Masalah banteng juga tidak bisa ditangani hanya bermodalkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Tidak bisa juga ditangani hanya sekadar bersandar pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Nah itulah banteng di negeri ini, lalu… (bersambung)