Ceramah di Gereja, Alasan Gus Dur pun Dibela Kiai Ali Ma'shum
KH Abdurrahman Wahid adalah pelopor di kalangan kaum santri yang menyampaikan ceramah di gereja dan tempat ibadah non-Muslim lainnya. Spontan ketika itu, umat Islam pun protes terhadap ulah Gus Dur, persona yang kerap menimbulkan kontroversi dalam tindakan dan ucapannya itu.
Seorang santri Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta akhirnya menyampaikan masalah tersebut kepada KH Ali Ma'shum, pengasuhnya. Kiai Ali Ma'shum (almaghfurlah) adalah ulama karismatik yang Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu, yang juga guru Gus Dur.
Maka menjawab Kiai Ali Ma'shum: "Bila Abdurrahman tidak mengaji di gereja, lalu kapan para pendeta dan pastur-pastur itu mendengar pesan-pesan Al-Quran? Kapan mereka bisa merenungkan pesan-pesan Islam?"
Jelas, Kiai Ali Ma'shum adalah guru yang selalu membela langkah dan tindakan murid kesayangannya itu.
Alasan itu pula menjadi dalih bagi tindakan kiai lain. Suatu kali Ketua PWNU Jawa Tengah Drs. K.H.A. Buchori Masruri hadir memenuhi undangan untuk memberikan ceramah di depan 200-an suster, 8 broeder dan 3 pastur di Keuskupan Semarang, di Gereja Katedral Randusari Jl. Pandanaran No. 9 Semarang.
"Kalau saya tidak mau ngaji di gereja, lalu kapan mereka mendengar pesan-pesan Al-Quran?" Begitu jawaban Kiai Buchori Masruri terhadap kritik yang dilontarkan kepadanya.
Respon Kritis Kalangan Pesantren
Respon kritis, kata KH Yahya Cholil Staquf, Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibiin, Rembang, bahwa relasi Islam-Kristen tidak bisa disikapi dengan menggunakan referensi masa lalu. Kitab-kitab itu ditulis dengan menggunakan mind-set konflik antar-agama yang sudah berlangsung selama ribuan tahun.
"Bagaimana hukumnya ngaji di gereja, gunakan referensi kebutuhan hidup bersama pada masa depan," tutur Katib Aam PBNU.
Catatan:
Setidaknya Gus Dur menyampaikan dua hal untuk menjawab pertanyaan terkait ceramah di gereja. Pertama, jawaban normatif ajaran Islam: orang Islam tidak punya alasan berbuat keras kepada kelompok lain yang berbeda keyakinan. Ajaran Al-Quran dan praktik hidup Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallama (saya tidak menyingkat dengan “saw”.
Sengaja, begitulah Shalawat yang disampaikan Gus Dur saat menyebut nama Nabi Muhammad dalam pengajian umum) meminta kita semua, umat Islam untuk hidup rukun. Perbedaan itu ciptaan Allah taala.
Kedua, Gus Dur menyampaikan konteks keindonesiaan. Semua warga negara punya kedudukan yang sama di Indonesia ini. “Kita semua, harus patuh pada konstitusi,” begitu kira-kira yang sering dikemukakan Gus Dur.
Gus Dur menyampaikan alasan dengan sederhana, jernih, biasanya disertai metafor-metafor yang mudah dipahami masyarakat umum.
Terakhir, soal ceramah di geraja, dilakukan Gus Miftah. Dai kondang ini pun mendapat sorotan tajam dan masyarakat secara luas. Sehingga, Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf dari Solo memberi respon secara umum soal ceramah gereja dalam bentuk video yang beredar di media sosial. Meski video tersebut diproduksi beberapa tahun sebelumnya, dianggap sebagai peringatan kritis terhadap tindakan tersebut.
Advertisement