Celana Gus Yahya
Oleh: Amin Said Husni
KALAU Anda sowan ke Gus Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU di ndalemnya, beliau pasti mengenakan sarung. Sarung batik kesukaannya. Dipadu dengan baju takwa warna putih sebagai ciri khasnya.
Sarung memang sudah lekat sebagai identitas budaya kaum nahdliyin. Sampai-sampai Presiden Jokowi pun merasa perlu menyesuaikan diri, mengenakan sarung, ketika menghadiri acara-acara NU. Seperti Muktamar dan pengukuhan pengurus PBNU tempo hari.
Tapi cobalah datang ke kantor PBNU, pada hari-hari kerja. Di sana anda akan mendapati Gus Yahya dengan tampilannya yang beda. Tidak sarungan, tapi bercelana kantoran, dengan baju putih atau batik, dan bersepatu hitam yang kinclong.
“Syuriyah tetap sarungan. Tapi Tanfidziyahnya harus celonoan,” kata Gus Yahya.
Apakah ini semata-mata soal busana? Ternyata tidak! Ini bukan sekedar tentang celana. Tapi tentang positioning Tanfidziyah di hadapan Syuriyah.
Supremasi Syuriah
“Tanfizdiyah itu pegawainya Syuriyah,” kata Gus Yahya ketika memberikan pengarahan pada rapat perdana PBNU beberapa saat setelah pengukuhan pengurus.
Ini sangat klop dengan arahan Rais Aam Kiai Miftachul Akhyar yang selalu menekankan pentingnya menjaga supremasi Syuriah.
Sebagai pegawai, Gus Yahya sangat rajin ngantor (hampir) tiap hari. Ia pun meminta jajaran Tanfidziyahnya rajin ngantor pula, dan bercelana.
Benar-benar ngantor. Mengurus jam’iyah dengan segala macam agendanya. Dan melayani jama’ah dengan segala macam kebutuhan dan permasalahannya.
Sebagai pegawai pula, Gus Yahya punya obsesi untuk menata jam’iyah NU dan mengelolanya layaknya pengelolaan organisasi pemerintahan. Gus Yahya menyebutnya sebagai “governing the NU”.
Maka, segenap jajaran Tanfidziyah tidak bisa tidak harus paham tentang perencanaan, budgetting, indikator kinerja, monev, dan segala macam tetek bengek manajemen organisasi moderen.
Pendek kata, pengurus NU itu adalah kerja. Gus Yahya selalu mengingatkan jajaran PBNU, khususnya Tanfidziyah, “Tak boleh berhenti hanya pada kata-kata. Setiap kata harus jadi kerja. Setiap kerja harus ada manfaatanya dan harus jelas ukuran keberhasilannya.”
Andaikan semua serius seperti Gus Yahya. Komitmennya. Kerjanya. Bukan hanya celananya.
Amin Said Husni
Penulis adalah Ketua PBNU periode 2022-2027.