Cekik Mati vs Teknik Kura Kura
Oleh: Djono W. Oesman
Sebulan ini pembunuhan Nia, 18, penjual gorengan di Padang Pariaman, Sumbar, digunjing warga. Rekonstruksi di TKP, Selasa (8/10) menggambarkan jelas tersangka Indra Septiawan, 31, mencekik korban dengan tali rafia merah. Cekikan mengakhiri perlawanan Nia, lalu meninggal.
—--------------
MENGHADANG, merangkul, memiting, memuntir pitingan, membanting, menelungkupkan, menduduki korban, mengalungkan rafia ke leher korban, membikin simpul silang, menarik sekuatnya. Kreeeek…
Itulah yang dilakukan Indra terhadap Nia. Proses dari menghadang sampai bunyi krek, tidak sampai delapan detik. Setelah itu, barulah Nia diperkosa. Akhirnya dikubur sedalam sekitar semeter.
Kapolres Padang Pariaman AKBP Ahmad Faisol Amir kepada wartawan di lokasi rekonstruksi mengatakan: “Terbunuhnya korban, bisa akibat cekikan dengan tali rafia itu. Tapi ini masih kita dalami.”
Konstruksi peristiwa: Nia bungsu dari dua bersaudara. Dia punya kakak perempuan, Rini Mahyuni, 20. Keluarga mereka tinggal di Kayu Tanam, Padang Pariaman. Nia baru tiga bulan lulus dari Institut Nasional Safi'i (INS) Kayu Tanam (setara SMA). Dia berniat kuliah. Tapi ortu tak punya biaya. Maka dia berjualan gorengan keliling kampung, kadang naik motor kadang jalan kaki.
Nia jual gorengan sudah tiga tahun. Sejak awal masuk INS. Mantan guru bahasa Indonesia INS, Yulismar, kepada wartawan mengatakan: "Nia itu kalau sekolah selalu bawa gorengan untuk dijual. Kami guru-guru dan siswa lainnya yang beli. Dia gigih, tidak malu-malu jual gorengan di sekolah. Prestasi belajarnya hebat, pernah ranking satu."
Tiap pagi, sebelum jadwal masuk sekolah, Nia keliling kampung dulu, menjajakan gorengan. Baru kemudian dia menuju sekolah. Berarti dia selalu bangun tidur dini hari untuk memasak jajan gorengan.
Yulismar: “Sehingga kadang Nia terlambat masuk kelas, mungkin karena masih melayani pembeli. Pernah motornya kehabisan minyak (bensin) waktu keliling sebelum menuju sekolah. Terpaksa dia jalan sambil dorong motor yang memuat baki berisi gorengan. Dia gadis kuat, tapi cantik dan lembut.”
Setamat INS, Juli 2024 dia tetap jual gorengan keliling kampung. Kdang naik motor kadang jalan kaki, kalau motor dipakai keluarga. Kini waktunya penuh, tanpa dipotong jam sekolah.
Jumat, 6 September 2024 Nia berangkat pagi. Jalan kaki. Membawa baki isi penuh aneka gorengan.
Rini Mahyuni: “Sampai menjelang sore Nia belum pulang. Waktu itu hujan lebat. Kami kira dia berteduh. Sampai jelang Maghrib, ibu saya, El, mulai khawatir dan bertanya ke saya: Kenapa adikmu belum pulang?" Saya jawab, mungkin waktu hujan tadi dia neduh.”
Selewat Maghrib, Nia belum pulang. Ini tidak wajar. Segera keluarga mencari ke rumah tetangga, kerabat dan teman-teman Nia. Sampai tengah malam tiak ketemu.
Sabtu, 7 September 2024 sejak pagi keluarga berpencar mencari Nia. Sampai mencari ke bekas sekolah Nia. Guru Yulismar kaget. “Lalu kami umumkan di pengeras suara sekolah, bahwa alumnus Nia semalam belum pulang. Jika ada yang bertemu, mohon lapor ke keluarga atau ke sekolah. Kita doakan Nia cepat ditemukan,” ujar Yulismar.
Minggu, 8 September 2024 keluarga Nia tambah panik. Keluarga lapor polisi. Mareka juga mencari sendiri. Kali ini mereka napak tilas, menyusuri jalan desa yang biasa dilalui Nia. Sekaligus bertanya ke warga yang tinggal di jalur tersebut. Warga itulah sehari-hari konsumen gorengan Nia.
Di situ, seorang perempuan mengatakan, dia terakhir melihat Nia membawa baki gorengan pada Jumat (6/9) sore di dekat kuburan (dekat situ). Bergegas keluarga dan saksi perempuan itu mendatangi titik lokasi dimaksud. Mereka keliling di sekitaran semak kuburan.
Ternyata, tampaklah… gorengan. Tiga-empat potong pisang goreng terselip semak. Itu gorengan Nia. Mereka konsentrasi di area itu. Menyibak semak, memelototi tanah. Ketemu, gundukan tanah yang diinjak ambles. Gundukan baru. Mereka curigai itu. Mereka gali dengan tangan. Cukup dalam. Sampai ketemu kaki manusia. Maka heboh. Polisi membongkar, itulah jasad Nia. Utuh, telanjang.
Mundur ke Jumat, 6 September 2024. Antara pukul 17.00 sampai 17.10 WIB. Belum lama hujan reda. Sejuk desa semilir angin bukit. Empat pemuda, termasuk Indra, nongkrong di sebuah warung di jalur Nia lewat. Kebetulan, Nia lewat situ.
Indra pada 2013 dipenjara dua tahun, karena mencabuli gadis. Tahun 2017 ia masuk bui lagi, kasus narkoba. Sekarang ia memanggil Nia: “Beli gorengan…” teriaknya.
Nia berhenti, membuka baki. Mata Indra fokus ke sosok Nia, berjilbab hitam. Ia amati sekujur Nia. sementara, empat pemuda itu membeli gorengan. Prosesnya singkat. Empat pemuda mengambil pisang goreng, mereka bayar, lalu Nia jalan keliling lagi. Selesai makan gorengan, empat pemuda itu pergi ke jurusan berbeda.
Indra ternyata jalan memutar, mencegat jalur Nia. Ketemu. Ia melihat Nia jalan dari arah Pasar Gelombang menuju arah rumah Nia. Berlawanan arah dengan Indra. Tanpa mencegat pun mereka pasti berpapasan. Tunggu saja.
Pukul 18.25 WIB. Langit sudah gelap. Lampu-lampu rumah warga di kejauhan masih bisa menyoroti Indra-Nia berpapasan. Mereka bertemu muka. Langsung…. Indra merangkul, memiting, memuntir, membanting, menelungkupkan, mengalungkan rafia ke korban, membikin simpul laso, menarik sekuat tenaga. Kreeeek…
Tubuh gadis itu lemas. Dibopong Indra, menuju bukit sekitar 100 meter dari situ. Di bukit sepi nan gelap itulah Indra memperkosa Nia. Setelah puas, ia menyeret tubuh itu menuju semak dekat kuburan.
Stop… Polisi saat rekonstruksi bertanya ke Indra: “Waktu itu dia sudah meninggal, ya?”
“Saya enggak tahu.”
“Tapi dia lemas?”
“Ya,”
“Ok, lanjutkan.”
Ketika menuju bukit tubuh Nia dibopong Indra, setelah diperkosa balik turun tubuh itu diseret. Hasil autopsi RS Bhayangkara Padang, tampak luka parut dan memar di sekujur tubuh korban. Itu akibat diseret.
Di lokasi penguburan, sudah ada cangkul yang dipinjam Indra dari warga, jelang sore tadi. Pemilik cangkul sempat jadi saksi. Usai mengubur, Indra kabur.
Polisi, sudah mengidentifikasi calon tersangka pada Senin, 9 September 2024. Calon itu Indra. Polisi mengejar. Tapi Indra lincah. Polisi mendatangi rumahnya. Nihil. Kata orang rumah ke polisi, Indra sempat pulang sebentar di hari Jumat malam (usai pembunuhan). Ia ganti baju lalu pergi lagi. Setelah itu tak pulang lagi.
Indra berpindah-pindah tempat. Dalam dua kali penyergapan polisi di seputaran wilayah tersebut, ia selalu lolos.
Kamis, 19 September 2024 pukul 15.00 WIB Polres Padang Pariaman menerima info dari masyarakat, Indra ngumpet di sebuah rumah kosong di Padang Kabau, Nagari Kayu Tanam. Tim penyergap langsung berangkat ke sana.
Di depan rumah besar kosong dua lantai, tim polisi bersiap. Polisi berteriak agar Indra menyerah. Daripada ditindak tegas. Ditunggu sejenak, tanpa reaksi. Tim masuk dalam formasi mengurung. Polisi waspada. Meskipun tersangka jago cekik, tak ada riwayat bersenjata, tetap saja bahaya.
Ternyata, Indra meringkuk di pojok ruangan di lantai dua. Ia diringkus tanpa perlawanan berarti. Ia dikerangkeng lagi. Untuk kali ke tiga.
Cekikan Indra itu dalam kriminologi disebut ligatur. Ini cara bunuh efektif yang paling mematikan.
Dikutip dari jurnal ilmiah Training Institute on Strangulation Prevention, 8 Oktober 2018, berjudul: Strangulation: A deadly tactic, pakar cekikan Dr Richard Harruff, Kepala Pemeriksa Medis dari kantor Pemeriksa Medis Seattle-King County, Amerika Serikat (AS) mengatakan, cekikan mematikan dibagi dua: Manual dan ligatur.
Manual, cekikan menggunakan tangan kosong. Ligatur menggunakan alat, seperti tali, kabel, ikat pinggang, tali sepatu, kawat, kabel listrik. Keduanya sama-sama menghambat pasokan oksigen ke otak. Ketika pasokan oksigen ke otak berhenti dalam empat menit, orang yang dicekik mati.
Bagaimana cara mengatasi jika kita dicekik? Jawabnya ada dua, tergantung profil dan kondisi koban, Serta situasi kondisi kejadian.
Dikutip dari kursus tentang cekik dari The Training Institute on Strangulation Prevention, program beladiri dari Alliance USA, momen terpenting adalah beberapa detik sebelum pelaku mencekik. Pastinya, pelaku tidak mendadak mencekik, kecuali kita disergap dari belakang. Jika situasi berhadapan, maka ada detik-detik pelaku menerjang.
Saat itulah kita berposisi double cover. Dua tangan mengepal, diangkat merapat melindungi wajah. Kepalan di atas mata, siku di depan dada. Cekikan manual atau ligatur bakal gagal.
Kalau sampai tercekik, ada waktu sepuluh detik untuk melawan dengan berbagai cara. Lewat dari itu, korban sudah sulit melawan. Sebab otak terhambat oksigen, maka panik, halusinasi, pingsan. Cekikan empat menit konsisten tanpa kendor, korban mati.
Pada sepuluh detik itu, masih ada kesempatan disebut "teknik tempurung kura kura". Tekuk dagu mepet ke dada, angkat bahu ke atas untuk membantu menyangga leher. Bentuknya seperti kura kura. Ini memperpanjang dari sepuluh menjadi dua puluh detik menuju pingsan. Itulah saatnya berontak, melawan.
Di pembunuhan Nia, pasti Nia panik. Menurut Guru Yulismar, Nia peserta ekstrakurikuler beladiri silat sejak kelas 8 di INS. Berarti, dua tahun dia kursus beladiri. Cukup untuk mengatasi serangan Indra. Tapi, sudahlah… Nia sudah berpulang menghadap Allah SWT. Ada peziarah mengatakan, jenazah Nia menyebar harum.
*) Penulis wartawan senior
Advertisement