CEK FAKTA: KPI Hentikan Siaran Quick Count dan Real Count
Beredar dalam grup-grup WhatsApp warga sebuah tangkapan layar siaran pers dengan judul Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hentikan Siaran Quick Count, Real Count dan Klaim Kemenangan Capres.
Isi tangkapan layar siaran pers itu menyebut: KPI mengingatkan potensi pelanggaran terhadap pasal 36 (5) huruf a Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi, “Isi siaran dilarang: a bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau berbohong” dalam penyiaran quick count, real count, atau klaim kemenangan dari calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2014.
Kemudian, dalam tangkapan siaran pers tersebut juga menyebut penayangan informasi quick count yang terus menerus dan berlebihan telah mengakibatkan munculnya persepsi masyarakat tentang hasil pemilihan presiden yang berasal dari lembaga-lembaga survei saat ini menghasilkan perbedaan hasil yang siginifikan disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diuji keabsahannya. Di sisi lain, lembaga penyiaran mempunyai kewajiban untuk menyiarkan data yang akurat di tengah masyarakat, agar tidak terjadi penyesatan informasi. Sedangkan untuk real count merupakan kewenangan penuh dari penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum. Lembaga penyoaran tidak pantas menyiarkan hasil yang diperoleh selain dari KPU karena tentu saja informasi tersebut menyesatkan masyarakat.
KPI juga menilai bahwa klaim kemenangan sepihak dari pasangan calon presiden dan calon wakil presiden serta pemberian ucapan selamat merupakan penyesatan ibformasi. Msayrakat seakan dipaksa menerima seolah-oleh proses pemilihan presiden ini telah seslai dan negeri ini sudah memiliki presiden baru. Padahal hasil proses demokrasi langsung ini baru diumumkan oleh KPU pada 22 Juli mendatang.
Oleh karena itu seluruh lembaga penyiaran harus menghentikan siaran quick count real count klaim kemenangan dan ucapan selamat secara sepihak kepada pasangan caloin presiden dan calon wakil presiden sampai tanggal 22 Juli 2014. Langkah ini diambil KPI dengan pertimbangan kepentingan publik yang lebih besar dan menjaga integrasi nasional. KPI juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya terhadap lembaga penyiaran yang berusaha netral dan tidak lagi menyiarkan hasil quick count, real count dan saling klaim kemenangan serta mengucapkan selamat kepada salah satu calon. Selain itu juga KPI meminta lembaga penyiaran turut membantu KPU agar dapat bekerja dengan tenang menyelesaikan tugasnya, menyelesaikan semua proses pemilu.
KPI mengingatkan bahwa lembaga penyiaran menggunakan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Sehingga lembaga penyiaran tidak boleh menyampaikan muatan siaranmengarah pada adu domba, merusak integritas berbangsa dan bernegara, serta cenderung membela golongan dan kelompok tertentu.
Siaran pers ini dikeluarkan oleh Ketua Pusat dengan ketuanya yang bernama Judhariksawan.
Benarkah KPI mengeluarkan siaran pers itu?
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Ngopibareng.id, siaran pers itu memang pernah dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Siaran pers ini juga masih dapat diakses di laman berikut ini.
Sayangnya, siaran pers tersebut dikeluarkan pada 2014 yang lalu. Isi siaran pers itu pun merupakan imbauan untuk lembaga penyiaran yang menyiarkan soal pemilu 2014 yang lalu.
"Siaran pers ini pun dianggap sudah tak berlaku. Komisi Penyiaran Indonesia saat ini sudah mempunyai acuan yang baru," kata Sundari Sujianto Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Jawa Timur saat dihubungi Tim Cek Fakta Ngopibareng.id.
Acuan baru yang dimaksudkan oleh Sundari itu adalah baru Peraturan KPI (PKPI) No 4 tahun 2023 Tentang Pengawasan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum pada Lembaga Penyiaran.
Salah satu yang diatur dalam aturan ini adalah lembaga penyiaran memperbolehkan menayangkan quick count dengan beberapa syarat. Aturan lebih rinci bisa dilihat dalam Bab IV BAB IV Pengawasan pada Hari Pemungutan dan Penghitungan Suara.
Pada bab ini dijelaskan lembaga penyiaran boleh:
Menyiarkan prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat;
Mencantumkan atau menyebutkan hasil hitung cepat/quick count yang dilakukan lembaga survei bukan merupakan hasil resmi Penyelenggara Pemilu; dan/atau
Menyiarkan hitung cepat/quick count hasil pemungutan dan penghitungan suara Pemilu dari lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum
Kesimpulan:
Tangkapan layar yang tersebar di grup-grup warga ini disinformasi.
Reporter:
Hanifah Puspita Dewi, Yashinta Dwi Anggraeni