Cegah Kekerasan Seksual, AJI Malang Gelar Pelatihan Jurnalis
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang bersama Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), USAID dan Internews menggelar pelatihan gender dan kekerasan seksual bagi jurnalis. Pelatihan gender dan kekerasan seksual tersebut berlangsung selama dua hari mulai Jumat 19 November hingga Sabtu 20 November 2021.
Ketua AJI Malang, Mohammad Zainuddin mengatakan bahwa pelatihan ini sangat penting bagi jurnalis. Sebab kata dia, profesi sebagai jurnalis sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual. "Secara khusus, wartawan yang mengenali bentuk kekerasan seksual memiliki ketrampilan untuk terhindar menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual,” ujarnya pada Sabtu 20 November 2021.
Selain itu ujar Zainuddin melalui pelatihan ini jurnalis juga mendapatkan pemahaman terkait cara-cara kerja jurnalistik yang berkeadilan gender dalam menghasilkan produk jurnalistiknya. “Jadi, wartawan atau editor tidak mengabaikan kode etik ketika menulis atau mengedit berita," katanya dalam siaran pers AJI Malang, Sabtu 20 November 2021.
Pemahaman terkait gender ujar Zainuddin perlu ditekankan agar tidak terjadi bias dalam penulisan produk jurnalistik. Gender dan seks kata dia merupakan dua definisi yang berbeda. Gender sendiri memiliki makna lebih kepada peran. Sementara seks, lebih berhubungan dengan alat biologis seseorang.
“Pandangan kuat tentang peran gender melekat dengan seks sering menyulitkan jurnalis untuk mengenali bentuk kekerasan seksual. Sehingga terkadang membuat kita merespon kekerasan seksual dengan tidak tepat ,” ujarnya.
Sehingga ujar Zainuddin, pemahaman tentang gender dan kekerasan seksual diharapkan mampu memberikan pengetahuan sekaligus memberikan ketrampilan untuk bertindak dengan tepat, ketika berada atau melihat peristiwa tersebut.
Berdasarkan data AJI Indonesia dari mini survei di Lampung dan Jakarta menemukan sejumlah jurnalis pernah mengalami pelecehan seksual yang berkaitan dengan tugasnya.
Survei AJI Lampung pada 2021, menunjukkan dari 30 responden, enam persen jurnalis pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja dan 36 persen saat mereka meliput di lapangan.
Sementara mini survei AJI Jakarta pada Agustus-Desember 2020 juga menunjukkan hal serupa. Dalam survei tersebut didapatkan data, ada 34 jurnalis yang terdiri dari 31 perempuan dan 3 laki-laki sebagai responden.
Dari survei tersebut Divisi Gender AJI Indonesia, Anna Djukana mengatakan bahwa ada sebanyak 11 orang melaporkan kasus pelecehan seksual, 19 orang tidak pernah melapor, sembilan orang malu, lima orang takut disalahkan.
"Lalu sebanyak 10 orang takut tidak dipercaya, 12 orang tidak punya cukup bukti, empat orang menyatakan tidak punya dukungan, lima orang diintimidasi pelaku, 18 orang menyatakan tidak adanya gunanya melapor satu orang menganggap tidak penting untuk melapor,” katanya.
Anna menambahkan keterampilan mengenali dan membela diri penting bagi jurnalis. Selain itu kata Anna, perlu didukung oleh manajemen ruang redaksi yang idealnya menerapkan pendekatan gender dan hak asasi manusia dalam mengelola pekerja di dalamnya.
Advertisement