Cegah Ekstremisme, Memberi Ruang Bergaul dan Mengenal Perbedaan
Pemahaman seseorang yang ekstrem dalam beragama (ghuluw) disebabkan oleh kebodohan dan nasib sial mendapatkan panutan agama yang salah. Demikian diungkapkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dalam keterangan Kamis 15 April 2021.
Selain itu, menurut Abdul Mu'ti, pemahaman ekstrim juga tumbuh akibat kegagalan negara mewujudkan rasa keadilan bagi warganya. Kekosongan ruang sosial itu memberi tempat bagi pemahaman menyimpang untuk diglorifikasi sebagai suatu perjuangan suci.
“Jadi akumulasi kekecewaan dan juga tontonan dalam tanda petik ‘demokrasi’ yang di situ penuh dengan kecurangan, keculasan dan juga berbagai praktek dalam sistem demokrasi yang tidak menimbulkan kenyamanan dalam kehidupan masyarakat juga menjadi sebab yang lainnya,” kata Abdul Mu’ti.
Dalam acara Catatan Najwa di Narasi TV itu, Abdul Mu’ti juga menyiratkan pesan bahwa adanya persekusi kelompok ultra nasionalis di atas nama membela demokrasi terhadap suatu kelompok turut menguatkan keyakinan para ekstrimis untuk membenci negara.
“Karena itu pandangannya sangat sempit. Sehingga seakan-akan menjadi argumen klise ketika mereka menolak demokrasi itu argumennya adalah thaghut (setan), dan karena itu semua hal yang berkaitan dengan sistem politik modern semuanya ditolak,” jelasnya.
Abdul Mu’ti pun berpesan agar prasangka, stereotip, dan bentuk-bentuk lain yang mengucilkan kelompok itu diubah dengan memberi ruang bagi mereka untuk bergaul dan mengenal perbedaan pandangan.
“Perlu diberikan bimbingan agar narasi-narasi kelebihan dari demokrasi, manfaat dari demokrasi, sistem Pancasila dalam konteks membangun kerukunan, narasi ini perlu kita perbanyak agar mereka terbuka perspektifnya, terbuka wawasannya dan tidak harus dalam bentuk sajian yang berat-berat,” usul Mu’ti.
“Narasinya dibuat yang ringan-ringan, sederhana namun dibuat dengan memberikan pengaruh yang kuat dan frekuensinya dalam jumlah yang cukup. Karena intensitas itu mempengaruhi dalam pembentukan opini,” ujarnya.