Surabaya Ada CCTV Face Recognition, Tak Bisa Ujug-ujug Diterapkan
Keinginan Wali Kota Surabaya untuk memasang kamera CCTV yang langsung bisa mengenali wajah (face recognition), tampaknya harus melewati proses yang panjang. Pasalnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya menyatakan belum mengetahui secara persis apa yang diinginkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini itu.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menyebut, hingga saat ini belum belum ada pihak-pihak terkait yang datang ke Dispendukcapil, untuk membicarakan bagaimana sistem yang akan digunakan atau dioperasikan nantinya. Karena menurut Agus, hal tersebut erat kaitannya dengan penyediaan data wajah dalam format video yang dicapture melalui CCTV Oleh karena itu, Agus Sonhaji tak mau berkomentar banyak terkait sistem operasi yang akan digunakan, dalam CCTV tersebut.
"Kalau data yang tercapture CCTV dalam format video pasti-nya bukan ranah Dispendukcapil, karena Dispendukcapil area tugasnya pada data profil kependudukan yang berformat foto beserta elemen data pendukung lainnya seperti nama, alamat, tanggal lahir dan sebagainya. Mungkin untuk sistem dan perangkat penunjang nya yang lebih paham adalah Dishub atau Diskominfo," kata Agus.
Namun, kata Agus Sonhaji, kapan pun Risma meminta untuk membuka database kependudukan, Dispendukcapil Surabaya sudah siap. Menurutnya, apabila sistem pendukung face recognition tersebut sudah mulai membutuhkan data kependudukan untuk pengecekan lebih lanjut atas profil penduduk yang dideteksi, maka dispendukcapil siap untuk meng-integrasikan database kependudukan guna memenuhi kebutuhan data terkait.
"Kapanpun Ibu butuh koneksi ke data kependudukan, kami siap membuka semua datanya," kata Agus Imam kepada ngopibareng.id, di Kantor Dispendukcapil, Surabaya.
Sementara Frenavit Putra dari Koordinator Information and Communication Technology (ICT) Watch Jawa Timur, menyebut jika keinginan Tri Rismaharini untuk memasang kamera CCTV yang sudah bisa face recognition itu masih dalam tahapan adaptasi. Pasalnya, untuk menjadikan teknologi ini terintegrasi membutuhkan waktu yang panjang.
“Adaptasi ini tak bisa sempurna. Seperti kita tahu, meski di belakang Risma ada konsultan, staf ahli dan sebagainya, namun persoalan implementasi ini membutuhkan waktu,’ kata dia.
Frenavit mencontohkan salah satu gagasan Risma untuk menerapkan e-Tilang berdasarkan rekaman CCTV. Meski Dinas Perhubungan sudah menyediakan kamera CCTV yang mampu merekam gambar plat nomor, namun apakah Samsat sudah bisa mengintegrasikan diri?
“Dalam e-Tilang bukan hanya persoalan bisa merekam gambar, namun juga menyangkut bagaimana memberikan pemberitahuan kepada pelanggar, bagaimana pembayaran untuk denda dan sebagainya. Itu sebuah alur yang tak bisa diabaikan,” kata Frena.
Dalam pandangan Frena, untuk proses adaptasi seperti itu setidaknya membutuhkan waktu antara 2-3 tahun. Itu adalah estimasi yang paling cepat.
“Bisa bertambah panjang dan bahkan tak jalan jika komitmen penyelenggaranya tak ada,” ujar dia.
Sementara untuk penerapan kamera CCTV yang bisa mengenali wajah, kata Frenavit secara teknologi sebenarnya sudah dimungkinkan. Dia mencontohkan teknologi kamera pada smartphone yang sudah bisa mendeteksi umur seseorang.
Kata Frena, pemasangan kamera CCTV yang bisa face recoginition, seperti diinginkan Risma sebenarnya sudah dimungkinkan karena dalam perekaman wajah untuk KTP, database kependudukan di Indonesia juga merekam biometrik wajah seseorang.
“Tinggal diintegrasikan saja dengan perangkat lunak pembaca wajah,” kata Frena.
Lalu, apakah perlu lagi melakukan pengadaan untuk pembelian kamera CCTV yang bisa mengadopsi face recognition karena semua kamera CCTV di Surabaya sudah beresolusi tinggi? Jawabannya bisa ya, bisa tidak.
Tak perlu lagi membeli, jika semua kamera CCTV sudah support dengan perangkat lunak face recognition. Sebaliknya, mau tak mau harus membeli camera lagi jika kamera CCTV yang terpasang belum support dengan perangkat lunak pengenal wajah.
Karena tak semua kamera CCTV beresolusi tinggi sudah support dengan perangkat lunak face recognition. Karena mungkin membutuhkan kamera yang bisa membaca kedalaman warna (exif).
“Misalnya mengenali jidat nonong itu kan dibaca dari warna. Kalau di foto kan semua flat,” ujar dia.