Catatan Perjalanan: Arofah, Tujuan Jutaan Jamaah Sedunia
Oleh : Yunus Supanto
Mulai hari ini, tiada mobil yang boleh berlalu-lalang di seantero Makkah. Kecuali bus yang mengangkut jamaah haji menuju Arofah. Begitu pula bus "Sholawat" yang biasa melayani jamaah haji dari hotel ke Masjidil Haram, juga berhenti operasi. Iring-iringan bus ke Arofah, di-iringi sirine mobil polisi, dan mobil ambulance. Sekaligus mengawal dan membersamai rombongan jemaah haji. Rombongan paling akhir, adalah deretan bus "safari haji" pengangkut jemaah haji yang sakit keras. Bagai rumah sakit berjalan.
Sepanjang hidup masih dikandung badan, dalam keadaan sakit stroke, koma, masih wajib Wukuf di Arafah. Sebagai puncak ritual haji, Wukuf bersifat nafsi-nafsi (personal). Tetapi dilaksanakan serentak oleh seluruh jemaah haji. Pada areal yang sama, dan pada waktu yang sama pula. Walau terdapat khutbah Wukuf di masjid Namiroh (sebelah Masjidil Haram). Namun terdapat pula khutbah nasional (untuk satu negara). Bahkan terdapat khutbah di masing-masing tenda (besar, berisi 370 jamaah). Lalu disusul mengucap dzikir (masing-masing). Dimulai setelah shalat dluhur yang jama'qasar taqdim dengan shalat asar.
Di antara isi khutbah untuk jamaah haji Indonesia, diingatkan, telah datang jauh-jauh ke tanah suci. Menempuh ribuan kilometer, dengan segala risiko. Juga menembus antrean panjang selama belasan tahun, meraih kesempatan berhaji. Maka patut melakukan muhasabah (kontemplasi, menimbang-nimbang pencapaian diri).
Dengan mengumandangkan kalimat talbiah, (doa haji) Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaika la Syarikalaka Labbaik. Innalilahi Hamda WanikmataLaja Walmulka, La Syarikalaka (Aku sambut seruan-Mu ya Allah, untuk berhaji. Wahai Allah yang tiada kembaran, ini aku datang. Dalam syukur akan nikmat yang Engkau berikan, wahai Engkau yang tiada kembaran). Lantunan kalimat talbiah ini tiada henti diucapkan. Sejak berangkat ke asrama haji, di dalam pesawat menu Arab Saudi. Selama perjalan di Masjidil Haram, sampai Wukuf. Air mata selalu tumpah.
Dalam barisan yang sangat panjang kafilah haji dari bangsa-bangsa seluruh dunia, berbondong-bondong menuju kawasan Arafah. Termasuk jemaah haji Indonesia, bersama-sama melaksanakan Wukuf hari Sabtu, 15 Juni 2024. Tiada jamaah yang boleh ditinggal. Bahkan yang sakit dalam perawatan ICU, akan diangkut dengan bus khusus. Di-safari wukuf-kan dengan alat tindakan medis yang menempel. Sebanyak 3 juta jamaah dari seluruh dunia berkumpul pada satu area. Hidup dalam tenda raksasa, berisi 371 orang per tenda.
Selama beberapa dekade pemerintah kerajaan Arab Saudi (KSA) berupaya berinovasi dalam pelaksanaan Wukuf. Terutama aspek hifdzun nafs (keselamatan) jiwa, dan kenyamanan jemaah. Karena ritual di Arafah berkait pula dengan lempar Jumroh (jamarot) 3 kali. Untuk jemaah haji Indonesia, harus menempuh jarak (minimal) 2 Km. Dari tenda ke lokasi Jamarot menjadi 4 Km. Seluruh jemaah Indonesia wajib dalam satu rombongan, satu komando.
Inovasi terbaru, bahkan menyasar kaidah (syariat). Tetapi sudah dibicarakan (dan di-boleh-kan berdasar fatwa NU, dan MUI). Yakni tentang Mabid (menginap) di Muzdalifah. Sekarang, tidak perlu menginap, cukup melintas (murur). Asalkan melintasnya pada tengah malam. Jemaah haji bisa tetap di dalam bus. Saat ini kepadatan di area Arofah mencapai 0,4 M2 per-orang, menjadi terpadat di dunia.
Inovasi lain, dan pembaruan layanan dilakukan di Arab Saudi. Bahkan bisa bebas mengunjungi seluruh kawasan (bukan hanya Makkah dan Madinah), mengunjungi berbagai tempat bersejarah. Serta masa berlaku visa diperpanjang menjadi 90 hari, akan menarik kunjungan pembelajaran agama. Inovasi yang paling “pragmatis,” jemaah perempuan untuk Umroh dan Haji, tidak perlu syarat pendampingan mahrom. Hanya perlu didampingi jemaah lain (rekan sekamar perempuan).
Begitu pula jemaah lansia (lanjut usia), tidak perlu mahrom. Perbantuan dan fasilitasi lansia dilakukan oleh petugas (dari Arab Saudi, dan Indonesia). Calon jemaah haji yang sakit memperoleh prioritas pelayanan. Misalnya, diangkut dengan bus khusus berisi separuh kapasitas. Bisa sembari tidur telentang ke padang Arofah. Termasuk dengan selang infus, dan tabung pernafasan (serta dibimbing me-lafal-kan doa-doa). Sekitar 4 ribu trip bus melayani khusus jemaah Indonesia. Kecuali jemaah yang sangat kritis, akan dilakukan badalhaji oleh petugas.
Wukuf di Padang Arafah, menjadi puncak ritual ibadah haji. Secara harfiah, wukuf bermakna “berdiam diri.” Maksudnya, jamaah haji dari seluruh penjuru dunia wajib “berdiam diri” untuk merenungi perjalanan hidup. Sekaligus mengingat kebesaran Allah. Sedangkan frasa Arofah, bermakna “mengetahui.” Maka di Padang Arafah, setiap orang diharapkan berkontemplasi mengenali diri sendiri (bahwa seluruh makhluk adalah ciptaan Allah). Tiada daya (kekayaan) dan kekuatan (kekuasaan), kecuali hanya pemberian Allah.
Padang Arafah, berada di Provinsi Makkah, memiliki wilayah yang cukup luas untuk ukuran kota di Arab Saudi. Diperkirakan luasnya mencapai 12 juta meter persegi (hanya 2% luas Jakarta). Kapasitasnya tercermin dari jumlah jemaah haji biasanya mencapai 3 juta orang setiap periode wukuf per-tahun. Sejak zaman awal peradaban, Arofah dikenal memiliki sejarah, dan kenostalgian paling masyhur di dunia. Terdapat Jabal (bukit) Rahmah, tempat pertemuan kembali Adam dengan Hawa, di muka bumi.
Dahulu Arafah sangat tandus. Tetapi saat ini telah rindang, ditumbuhi sekitar 100 ribu pohon di sepanjang jalan utama. Nama Soekarno, Presiden RI yang pertama melekat pada pohon di kawasan Makkah, yang disebut Syajar Soekarno. Yakni, pohon Mindi, ditanam pada areal seluas 1.250 hektar. Dilumuri tanah Indonesia, agar tetap subur. Seluruh jamaah haji bisa berteduh di bawah pohon mindi.
Mabrur Tanpa Haji
Ikhlas dan sabar, menjadi ajaran utama (makrifat) ibadah haji. Seperti dulu Rasulullah SAW juga ikhlas menunda ibadah haji. Karena otoritas Makkah (saat itu belum beragama Islam) tidak mengizinkan. Tiga tahun setelah "Perjanjian Hudaibitah" umat Islam baru boleh melaksanakan ibadah haji. Pada tahun 632 Masehi, Rasulullah SAW berhaji bersama 100 ribu umat. Besarnya rombongan haji saat itu menggetarkan seluruh jazirah Arab. Bahkan beritanya sampai ke Persia dan Romawi.
Makna haji mabrur, menjadi tujuan sekaligus pengajaran utama ulama ahli sufi. Tak terkecuali komunitas Wali Songo, yang juga keturunan Kanjeng Nabi SAW (dari trah Adzmat Khan). Dalam kisah Wali-wali disebutkan, bahwa Sunan Kalijaga, juga mengurungkan ibadah haji. Padahal sudah berlayar sampai di laut Malaka. Tetapi dicegat Syeh Maulana Maghribi, dan diperintahkan pulang ke Jawa. Menurut Syeh, membangun mental (dan moral) masyarakat lebih utama. Ketimbang men-shaleh-kan diri sendiri.
Sunan Kalijaga baru boleh berhaji setelah sukses mereformasi mental rakyat. Toh predikat "Mabrur" bisa diperoleh tanpa berhaji. Terdapat kisah masyhur (abad ke-8, zaman sahabat Nabi SAW), seseorang bernama Muwaffiq, diberi predikat "Mabrur." Padahal hanya berdiam diri di rumah, bekal berhajinya habis. Muwaffiq, seorang tukang sepatu. Menyedekahkan hartanya untuk seorang janda banyak anak, yang tidak mampu memberi makan. Sedekah dalam bentuk modal kerja berdagang sampai janda sekeluarga mentas. Kelak sampai sukses menjadi muzakki (pembayar zakat besar).
Dalam sukuk Wujil yang digubah Syeh Maulana Maghribi, terdapat frasa kata "tidak ada yang tahu tentang Makkah." Juga terdapat frasa kata "keberanian dan kesanggupan untuk mati." Maksudnya, perjalanan ibadah haji, sungguh, cukup berat. Sampai kini. Bahkan diakui pula dalam firman Allah SWT, dalam surat Al-Hajj. Pada ayat ke-27, dinyatakan, "Mengendarai onta yang kurus, mereka datang dari penjuru jauh."datang dari penjuru jauh."
*Yunus Supanto, wartawan senior, tingga di Surabaya.
Advertisement