Catatan Mudik Kopi: Ini Lebaran Indonesia, Ada Warung Kopi Buka?
Hari ini lebaran. Lebaran Indonesia. Lebaran bareng. Tidak gontok-gontokan lagi. Tidak ada lebaran pilih depan. Atau pilih belakang. Tidak ada lagi joke, yang agak lucu itu, kalau puasa mulainya sama tapi lebarannya ikut yang depan. Ikut yang duluan.
Lebaran tidak ada warung kopi buka. Mereka memilih tutup. Bukan karena tak ada pelanggan, sebab pelanggan pada mudik semua. Tetapi lebih karena lebaran datang hanya sekali setahun. Masak setahun sekali saja ogah ikut merayakan? Mereka keberatan dibilang: ter la lu oleh logat Bang Haji Rhoma Irama.
Di Klaten, Coffee Roastery Nggone Mbahmu juga tutup. Pengumumannya dipasang lebar-lebar di instagramnya. Tulisannya warna merah. Menyala. Teges. Mak thes. Langsung. 5 Juni Libur. Tengoklah instagramnya kalau tak percaya.
Jadi, kalau ada yang hari ini nekad ke sana, simbahe, begitu Purnomo Sidi membahasakannya, Haha panggilan kecilnya, disematkan dalam ha huruf pertama dalam ha na ca ra ka, tak bertanggung jawab. Salah sendiri gak baca IG. Meski sepuh, Nggone Mbahmu eksisnya bukan main di instagram. Pengikutnya kategori puluh ribu.
Karena tutup, karena of, karena libur 5 Juni 2019, karena Lebaran Indonesia, karena para warung kopi juga pada berlebaran, jurnalis seperti saya lantas nulis apa?
Banyaklah yang masih bisa ditulis! Soal kopi juga? Ya iyalah, wong ini ceritanya mudik kopi kok. Lagi pula ngopibareng.id sudah pernah menulis Nggone Mbahmu ini dengan joss-nya.. Dulu. Saat coffee roastery ini resmi dibuka. Resmi dilounching. Penulisnya adalah senior saya, Erwan Widyarto.
Saya lalu ikuti instagram Nggone Mbahmu. Ada yang menarik diikuti di sana. Simbah di Klaten ini rupanya salah satu pengagum Klasik Beans. Sebuah koperasi kopi di Jawa Barat. Karena dedikasinya yang amat tinggi dengan lingkungan, belum lama lalu, koperasi kopi ini mendapatkan penghargaan dunia.
Nama penghargaan itu adalah "2019 Community Leadership Award" dari organisasi lingkungan The Rainforest Alliance. Penghargaan berlangsung di American Museum of Natural History Kota New York Amerika Serikat, Rabu 8 Mei 2019.
Jarang-jarang ada koperasi di Indonesia mendapatkan penghargaan dunia seperti ini. Saya kisahkan agak panjang ya, rasanya ini menarik menjadi bagian dari cerita mudik pelipur lara karena banyak warung kopi rekomen yang memilih tutup untuk berlebaran.
Begini kisahnya: melalui proses seleksi teramat panjang Klasik Beans akhirnya meraih penghargaan bergengsi itu. Tentu saja ini atas komitmen koperasi ini dalam penghijauan hutan. Koperasi di kawasan Gunung Puntang, Kecamatan Cimaung itu mewakili konsep pengembangan perkebunan kopi rakyat yang berkelanjutan untuk masa depan.
Quality Control (penyelia kualitas) Klasik Beans, Imas Suryati, mengungkap, awalnya koperasi ini didirikan sebagai relawan tanggap bencana. Didirikan sebagai organisasi pelestarian hutan. Determinasi dan konsistensi dalam mengedepankan agroforestry. Sebuah pertanian berbasis kehutanan. Kerja panjang ini berhasil mencuri perhatian The Rainforest Alliance.
“Awalnya kami adalah kelompok pencinta alam, relawan bencana dan tukang tanam pohon di hutan-hutan dataran tinggi, yang semakin kritis karena ulah manusia. Kami menggunakan kopi untuk advokasi perkebunan rakyat berbasis agroforestry. Tujuannya tidak lain adalah memperbaiki alam yang sudah rusak, agar dapat kembali menjadi warisan untuk masa depan,” kata Imas Suryati
Berbagi pengetahuan tentang agroforestry dengan masyarakat, kata dia, sebagai solusi jangka panjang atas bahaya yang ditimbulkan oleh deforestasi (penggundulan hutan). Klasik beans berkomitmen memberikan pendidikan tentang manfaat konservasi hutan. Hingga tahun 2018, dengan melibatkan masyarakat melalui kopi dan pelestarian tanaman endemik, seluas 270 hektare lahan kritis di 7 titik di Jawa Barat berhasil direforestasi (dihijaukan kembali).
Di luar capaian itu, Klasik Beans berhasil melahirkan kembali identitas kopi Jawa Barat yang sempat terlupakan semenjak era Belanda. Koperasi akhirnya juga memiliki rekam jejak mentereng di industri kopi tanah air.
Kopi dari Klasik Beans dibawa oleh barista-barista negara lain untuk berkompetisi di level internasional. Koperasi kami ini yang pertama kali mengantungi Surat Keterangan Asal (SKA) guna mengekspor kopi identitas Jawa Barat.
Koperasi yang dibentuk pada tahun 2009 itu, fokus pada konservasi dan reboisasi setelah pembalakan liar yang menyebabkan tanah longsor Gunung Mandalawangi tahun 2004. Berawal dari delapan orang petani kopi, kini menjadi 516 orang, mereka membantu mencegah erosi dan tanah longsor, melindungi sumber air, dan habitat satwa liar.
Upaya ini menjadi monumental saat The Rainforest Alliance memberikan sertifikasi pada awal 2019. Tentunya raihan penghargaan ini menjadi angin segar bagi industri kopi Indonesia, dan menjadi wajah perkebunan kopi rakyat yang berwawasan lingkungan untuk masa depan.
“Kini kami yakin bahwa alam yang kami rawat, akan memberikan kehidupan bagi para petani-petani kopi Paguyuban Tani Sunda Hejo, yang telah menjadi bagian dari Koperasi Klasik Beans,” kata Imas. (widikamidi/bersambung)