Catat, Tak Ada Lagi Celup Tinta Usai Coblosan di Pilkada Nanti
Mencelupkan jari ke dalam botol berisi tinta sebagai bukti telah memilih dalam pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2020 nanti, bakal ditiadakan. Sebagai gantinya, bukan lagi jari dicelupkan dalam botol tinta, melainkan jari akan ditetesi tinta pakai pipet. Penetesan tinta di jari dengan menggunakan pipet akan dilakukan setelah pemilih selesai memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Ini bagian kebijakan dari KPU Pusat untuk tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah di masa pandemi,” kata Subairi Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (SDM) saat berbincang dengan Ngopibareng beberapa waktu yang lalu.
Kata dia, mengubah dari mencelupkan menjadi meneteskan tinta di jari merupakan bagian adaptasi untuk menjalankan protokol kesehatan. Komisi Pemilihan Umum menyebut ada 12 kebiasaan baru dalam proses pencoblosan yang akan diperkenalkan pada saat coblosan nanti. 12 Kebiasaan baru itu nanti misalnya, petugas KPPS wajib menggunakan masker dan faceshield.
Kemudian, setiap pemilih yang akan masuk dalam lokasi TPS wajib cuci tangan dan mengenakan masker. Tempat duduk pemilih dibuat berjarak agar aman. Pemilih juga akan diberikan sarung tangan saat akan masuk TPS. Tujuannya, saat mencoblos jari-jari tetap steril, meski alat pencoblos sudah digunakan berulang kali oleh orang lain dan sebagainya.
“Jadi tak ada alasan takut untuk memberikan suaranya di TPS. Karena semua resiko penularan Covid-19 sudah dipertimbangkan oleh KPU,” Subairi.
Kata dia, keputusan KPU tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak di masa pandemi sudah melalui pertimbangan yang matang. Komisi Pemilihan Umum sudah membicarakan ini dengan berbagai pemangku kepentingan sebelum akhirnya memutuskan untuk tetap menjalankan pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember mendatang.
“Tak ada yang mengetahui sampai kapan pandemi Covid-19 ini akan selesai. Satu sisi, kita juga harus menjaga lembaga negara tetap jalan. Jangan sampai ada kepala daerah yang dibiarkan tetap menjabat meski masa jabatannya sudah habis hanya karena pandemi belum selesai,” kata Subairi.