Catahu AJI: Polisi Peringkat 1 Pelaku Kekerasan pada Jurnalis
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis catatan akhir tahun (Catahu) terkait kondisi pers di Indonesia. Dari pengumpulan data di 40 AJI Kota dari Aceh hingga Papua, tercatat 43 kasus kekerasan jurnalis sepanjang tahun, dengan pelaku terbanyak adalah aparat kepolisian.
Kebebasan Pers
Dokumen catahu AJI Indonesia menyoroti tiga kondisi jurnalis di Indonesia. Yaitu terkait kebebasan pers, kesejahteraan, dan profesionalitas jurnalis.
Dalam aspek kebeasan pers, AJI Indonesia mencatat adanya 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2021. Bentuk kekerasan terbanyak berupa teror dan intimidasi 9 kasus, kekerasan fisik 7 kasus, dan pelarangan liputan sebanyak 7 kasus.
Terdapat pula serangan digital sebanyak 5 kasus, ancaman 5 kasus, dan kriminalisasi berupa penuntutan pidana sebanyak 4 kasus.
Dari 43 kasus itu, polisi menjadi pelaku kekerasan terbanyak pada jurnalis, mencapai 12 kasus. Disusul orang tidak dikenal 10 kasus, aparat pemerintah 8 kasus, warga 4 kasus, pekerja profesional 3 kasus, perusahaan, TNI, Jaksa dan Ormas masing - masing 1 kasus.
Sedangkan dari sebaran wilayah, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Provinsi Sumatera Utara dengan 5 kasus, disusul DKI Jakarta (4 kasus) dan Provinsi Lampung (3 kasus). Sisanya terjadi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Jawa Timur, masing-masing 3 kasus.
Dari 43 kasus itu, hanya satu pelaku yang berhasil diusut hingga ke meja hijau. Adalah dua oknum polisi penganiaya jurnalis Nurhadi di Surabaya, telah mendapatkan tuntutan dari jaksa masing-masing 1 tahun 6 bulan penjara. Dua oknum polisi disebut terbukti melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, dalam bentuk bersama-sama menghambat kerja wartawan.
Stempel Hoaks pada Karya Jurnalistik
Kepolisian disebut sebagai sosok yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Salah satu bentuknya adalah melabel karya jurnalistik dengan stempel hoaks.
Sedikitnya, terdapat sejumlah karya jurnalistik dari tiga media yang dilabel hoaks oleh kepolisian, yaitu pada kompas.id terkait berita dengan judul “Kehabisan Oksigen, 63 Pasien di RSUP DR. Sardjito Meninggal dalam Sehari” pada 4 Juli 2021. Berita ini distempel hoaks oleh Divisi Humas Polri dan Polda Bengkulu.
Kasu kedua menimpa Projectmultatuli.org usai menerbitkan serial laporan #PercumaLaporPolisi dengan judul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan”. Polres Luwu Timur melabeli produk ini sebagai hoaks pada 7 Oktober 2021.
Sedangkan kasus ketiga dialami Republika.co.id dan Kabar6.com setelah menerbitkan laporan berjudul "Didemo Mahasiswa, Kapolresta Tangerang Siap Mundur" juga dilabeli hoaks di akun Instagram @polreskotatangerang, pada Sabtu, 16 Oktober 2021.
"AJI melihat pelabelan karya jurnalistik sebagai hoaks adalah upaya untuk mendelegitimasi karya jurnalistik dan merusak kepercayaan publik. Hal ini dilakukan sebagai upaya Kepolisian RI mengontrol informasi terkait penanganan pandemi," kata AJI Indonesia dalam pernyataan resminya, Rabu 5 Januari 2022.
Seperti diketahui, catatan akhir tahun atau catahu dari AJI Indonesia adalah laporan rutin yang diterbitkan menjelang pergantian tahun. Laporan berisi gambaran situasi kebebasan pers, kesejahteraan dan profesionalisme jurnalis sepanjang satu tahun terakhir.
Advertisement