Soal Sanksi Penolak Vaksinasi, MHKI: Jangan Represif!
Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Mahesa Pranadipa mengatakan, pemerintah jangan bertindak represif dalam menanggalungi Covid-19 maupun pelaksanakan progran vaksinasi. Sebab itu, Presiden Jokowi tidak perlu terburu-buru mengeluarkan peraturan untuk menjatuhkan sanksi hukum atau denda kepada warga yang tidak mau divaksin.
"Pemerintah lebih baik melakukan pendekatan yang humanis, supaya vaksinasi Covid-19 berjalan lancar, jangan refresif supaya masyarat tidak ketakutan," kata Mahesa kepada Ngopibareng.id, Senin, 15 Februari 2021
Menurut Mahesa, pemerintah harus memahami kalau masyarakat sudah lelah dan cemas karena satu tahun dibelenggu pandemi Covid-19 dengan peraturan yang membatasi kegiatan mereka.
"Buatlah masyarakat itu sadar, mengerti, dengan cara-cara yang humanis, jangan represif," pesannya.
Menghukum orang yang tidak mau divaksin bertentangan dengan ketentuan WHO. "Carut marut penanggulangan pandemi Covid-19 oleh pemerintah jangan ditimpakan kepada masyarskat," pesan Mahesa.
Komisi IX DPR RI secara terpisah menyatakan, pemerintah melanggar kesimpulan atau kesepakatan dalam rapat kerja bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Pelanggaran yang dimaksud adalah pemerintah mengatur adanya sanksi bagi penolak vaksinasi Covid-19 dalam Peraturan Presiden (Prepres) Nomor 14 tahun 2021.
"Perpres tersebut menurut kesimpulan rapat ini sudah bertentangan. Intinya adalah, pemerintah sudah melanggar kesepakatannya dengan Komisi IX DPR. Pemerintah sudah melanggar, karena kesepakatan itu mengikat kedua pihak, pemerintah dan DPR. Apa gunanya kita rapat kalau itu tidak ada legitimate-nya," kata Ketua Komisi IX, Felly Estelita Runtuwene dalam keterangan tertulisnya, Senin 15 Februari 2021.
Sesuai dengan poin 1 ayat g kesimpulan rapat kerja bersama Komisi IX DPR dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin berbunyi sebagai berikut:
Tidak mengedepankan ketentuan dan/atau peraturan denda dan/atau pidana untuk menerima Vaksin COVID-19.
Rapat kerja bersama Komisi IX DPR dengan Menkes Budi Gunadi Sadikin digelar pada 14 Januari lalu. Sementara itu, Perpres Nomor 14 tahun 2021 ditetapkan di Jakarta pada 9 Februari dan diundangkan pada 10 Februari.
Komisi IX menilai, bunyi Pasal 13A dalam Perpres Nomor 14 tahun 2021 tak sesuai dengan kesimpulan rapat kerja bersama Menkes Budi Gunadi Sadikin. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Pasal 13A
(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial;
b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau
c. denda.
Pengaturan sanksi bagi penolak vaksinasi Covid-19 juga dinilai tak sesuai dengan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Anjuran WHO itu yakni mengedepankan sosialisasi kepada masyarakat terkait vaksinasi Covid-19.
"Tetapi yang dilakukan pemerintah sebaliknya. Kalau kita ancam, masyarakat bisa saja semakin antipati. Komisi IX DPR intinya meminta pemerintah melakukan kampanye untuk mereka yang divaksin, menjelaskan sedetil mungkin soal manfaat vaksin kepada masyarakat. Kalau tidak divaksin kerugiannya seperti apa, dan kalau divaksin untungnya apa saja. Bukan malah sebaliknya. Ancaman sanksi ini tidak pas. Bagi kami, ini melanggar hak-hak juga. Tidak boleh seperti ini," kata Felly.