Cari Jabatan dengan Cara Sogok Duit
Oleh: Djono W. Oesman
Cari kerja butuh sogokan. Setelah kerja, mau naik jabatan nyogok lagi. Cari duit, bayar duit. Tampak lazim. Tapi, Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imran ditahan KPK, tersangka penerima suap naik jabatan Rp 5,3 miliar.
----------
Tampak seolah lazim, ternyata itu korupsi. Tindak pidana. Disebut lazim, karena di mana-mana (di Indonesia) begitu. Sudah biasa. Masak, kelaziman yang sudah di mana-mana ini akan dilawan KPK? Masak mampu?
Tak peduli berat, Ketua KPK, Firli Bahuri terus berjuang melawan korupsi. Antara lain, menetapkan Bupati Bangkalan Abdul Latif dan lima stafnya, tersangka korupsi kenaikan jabatan di Pemkab Bangkalan, suap senilai Rp 5,3 miliar.
Firli Bahuri kepada pers menjelaskan, lima staf Abdul Latif selaku penyuap, adalah:
Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Hosin Jamili. Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Wildan Yulianto. Kadis Ketahanan Pangan, Achmad Mustaqim. Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja, Salman Hidayat. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur, Agus Eka Leandy.
Mereka diperiksa KPK di Mapolda Jatim, Rabu 7 Desember 2022, langsung ditahan seketika. Lalu mereka diterbangkan ke Jakarta, menempati ruang tahanan di Gedung KPK selama 20 hari sampai 26 Desember 2022 menunggu proses penyidikan. Sampai Minggu, 11 Desember 2022 sudah 27 saksi diperiksa KPK.
Konstruksi perkara berdasar penjelasan Ketua KPK, Firli Bahuri, ada tiga bagian:
1) Mau naik jabatan, bayar dulu. KPK mengungkap, tersangka Abdul Latif mematok tarif uang sogok bagi semua ASN (Aparatur Sipil Negara) di Pemkab Bangkalan, yang mau naik jabatan. Sejak ia terpilih menjadi Bupati Bangkalan periode 2018-2023.
Di tahun 2019-2022 Pemkab Bangkalan membuka seleksi sejumlah JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi), termasuk promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4. Di situlah Latif diduga mematok tarif.
Besaran tarif mulai Rp50 juta sampai Rp150 juta, tergantung tingkatan jabatan. Kian tinggi jabatan 'dijual' kian mahal. Siapa mau dapat bayaran gede, harus bayar gede juga.
Bisa diduga, tidak perlu ASN berkinerja baik. Tidak perlu prestasi. Yang penting mau bayar, naik jabatan.
Bisa ditafsirkan, ASN yang membayar untuk naik jabatan itu, kelak terima bayaran juga dari bawahan mereka. Sekarang beli jabatan, nanti jual lagi. Dari generasi ke generasi. Karena tak ada generasi yang mau merugi. Sistem pun membusuk.
Menurut KPK, total Latif menerima Rp 5,3 miliar. Yang Rp 1,5 miliar disita KPK sebagai barang bukti perkara.
2) Suap proyek plus gratifikasi. KPK menduga, Abdul Latif mematok bayaran 10 persen dari semua nilai proyek di Kabupaten Bangkalan. Dinamakan fee.
Selain fee juga diduga ada gratifikasi. “Hal ini masih ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut tim penyidik,” kata Firli
3) Tersangka bayar survei elektabilitas. Setelah terima uang suap, tersangka diduga membelanjakan untuk membayar lembaga survei elektabilitas pribadi tersangka.
Gampangnya, supaya tersangka bisa terpilih jadi bupati lagi untuk periode berikutnya (2023 - 2028) maka diduga KPK, Latif membayar lembaga survei yang bisa merangkai angka elektabilitas seolah-olah tinggi. Nama lembaga survei belum diumumkan KPK.
Ini semacam investasi masa depan. KPK menduga, uang sogokan yang diterima tersangka digunakan untuk menyogok pula. Untuk dapat duit (lebih banyak), bayar dengan duit.
Firli: "Penyidik KPK pasti menelusuri uang hasil korupsi digunakan untuk apa? Dugaan ke lembaga survei sedang kami selidiki."
Kini Bupati Bangkalan dijabat Plt Mohni yang semula Wakil Bupati Bangkalan. Soal ini, Wakil Gubernur Jatim, Emil Dardak kepada pers mengatakan, sudah ada SK-nya.
Emil Dardak: "SK atas nama Ibu Gubernur, Khofifah Indar Parawansa. Ditandatangani Ibu Gubernur. Telah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri."
Abdul Latif lahir di Jakarta, 24 Agustus 1982. Ia adik dari Fuad Amin Imron, mantan Bupati Bangkalan (2003-2013). Sang Kakak juga kesandung hal sama, korupsi ditambah pencucian uang. Dihukum penjara 13 tahun.
Belum selesai menjalani hukuman, sang kakak meninggal dunia di RSUD Dr Soetomo Surabaya, 16 September 2019.
Abdul Latif di masa sekolah dasar hingga SMP di kawasan Jakarta Utara. Tepatnya di SD Negeri 01 Koja dan SMP Wiyata Mandala, Tanjung Priok.
Lulus SMP, Abdul Latif masuk Pondok Pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan. Lalu melanjutkan pendidikan Paket C di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKMB) Ki Hajar Dewantara di Bangkalan, Madura, Jatim.
Abdul Latif menjadi pembina Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Badan Silaturahmi Santri dan Tokoh Muda Madura, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah, serta Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia.
Di politik, ia kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia menjabat Ketua Dewan Pimpinan Cabang PPP Kabupaten Bangkalan.
Sebelum menjabat Bupati Bangkalan, Abdul Latif menjadi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan periode 2014-2018. Kemudian, ia bersama Mohni maju ke Pilkada Bangkalan 2018, dan menang. Mohni jadi wakilnya.
Selama jadi Bupati, Abdul Latif punya banyak program kerja, disebut 25 Kerja Bangkalan Sejahtera. Antara lain, Sejahtera Pintar dan Sehat, Sejahtera Mandiri, dan Sejahtera Membangun dari Pinggiran.
Berapa nilai harta Abdul Latif?
Dikutip dari elhkpn.kpk.go.id, Kamis, 8 November 2022 Abdul Latif melaporkan total harta Rp 9,9 miliar per 29 Maret 2022. Berupa tanah dan bangunan, alat transportasi, harta bergerak lain, kas dan setara kas, serta harta lainnya.
Kini Latif disangka Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, lima tersangka lainnya disangka melanggar Pasal Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
KPK pimpinan Firli bertekad melawan semua jenis korupsi. Masyarakat harus paham, korupsi membusukkan sistem pemerintahan pusat dan daerah. Koruptor berpikir: Untuk dapat duit, bayar dengan duit.
*) Penulis adalah Wartawan Senior
Advertisement