Cara Yasinan Orang Muhammadiyah dan Praktiknya, Ternyata Begini
Acara Yasinan menjadi tradisi khas masyarakat di bumi Nusantara. Membaca Surat Yasin secara bersama-sama secara rutin pada hari yang telah disepakati. Biasanya, pada Kamis malam, atau hari lain yang dilakukan bergiliran dalam komunitas masyarakat.
Tradisi tersebut menjadi bagian penting bagi kaum santri dan komunitas warga Nahdlatul Ulama (NU) khususnya. Selain Yasinan, juga dipadukan dengan pembacaan Tahlil atau dikenal dengan Pengajian Yasin wa-Tahlil.
Lalu bagaimana dengan komunitas Muhammadiyah, yang dikenal sebagai kelompok Islam modernis di Indonesia?
"Meski tidak menampilkan secara simbolis kegiatan Yasinan, sebagaimana umat Islam lain di Indonesia lakukan, namun Muhammadiyah termasuk ‘Aisyiyah ternyata juga melakukan kegiatan Yasinan".
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Saad Ibrahim dalam acara Pengukuhan Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PDMA) Kabupaten Pati, Jawa Tengah, belum lama ini.
“Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah itu juga Yasinan, tapi pada umumnya tidak dari Yasin sampai kemudian ayat yang terakhir. Kadang-kadang Yasinan itu cukup satu ayat itu sudah dianggap Yasinan karena satu ayat itu tetap bagian dari Surat Yasin.”
Saad Ibrahim berseloroh, tidak bisa dibilang kalau Warga Muhammadiyah-’Aisyiyah itu tidak Yasinan. Hanya saja cara Yasinannya berbeda dari pengetahuan mainstrem masyarakat Islam di Indonesia.
Dua Pengajaran
Merujuk Surat Yasin ayat 82, Saad menjelaskan dari ayat tersebut dapat dipetik dua pengajaran, yang pertama yaitu untuk memperkokoh dimensi teologis muslim. Sebab dengan kehendak yang begitu variatif, Allah SWT merealisasikannya hanya dengan bilang kun faya kun.
“Yaitu untuk menimbulkan di hati kita ini perasaan bahwa begitu hebatnya Allah SWT, kalau menghendaki sesuatu cukup mengatakan kun lalu fayakun. Tentu antara kun dan fayakun itu tidak penting kapan terjadinya, bisa seketika, bisa lama tidak penting. Tapi tetap kemudian terwujud,” katanya.
Pengajaran yang kedua yaitu supaya sebagai hamba, manusia bisa mengikuti akhlak Allah. Oleh karena itu, jika ingin merealisasikan kehendak, manusia diminta supaya memiliki kemauan yang baik dan besar.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Yusuf Qardhawi, Saad menyampaikan bahwa manusia dianggap bukan apa-apa kecuali memiliki kemauan. Termasuk tinggi atau rendahnya seseorang ditentukan oleh besar atau kecilnya kemanuaannya.
Pengajaran demikian dapat dipraktikkan dalam mengurus Muhammadiyah, yaitu diawali dengan keinginan yang baik dan juga besar, supaya Muhammadiyah bisa berbuat dan mengaktualisasikan kehendaknya.
Kemauan yang baik dan besar yang dimiliki oleh Muhammadiyah ini mengantarkannya menjadi organisasi Islam terbesar di dunia. Dengan kebesarannya Muhammadiyah memberikan kepeloporan, salah satunya mendirikan universitas pertama dari Indonesia di luar negeri.
Advertisement