Cara Usir Orang Tak Disukai, Lelucon Presiden Reagan Tertembak
Cibir-cibir mencibir di antara pendukung calon presiden di Indonesia mulai terjadi saat ini. Kisah-kisah politik yang saling mengungkap kejelekan masing-masing pihak yang berlawanan, telah menyebar di media sosial secara luas.
Semua itu, jauh dari nilai lelucon. Tapi, lelucon politik tetap diperlukan untuk mengurai sekaligus mencairkan ketegangan.
Dua humor politik berikut, terkait dengan kejadian masa lalu, tapi tetap aktual karena nilainya tetap memungkinkan terjadi pada saat kini.
1. Cara Mengusir Orang Tak Disukai
Abraham Lincoln sangat benci pada orang yang datang mencarinya hanya untuk menuntut kedudukan bagi kepentingannya sendiri. Pada suatu hari, ia merasa tak begitu enak badan, tapi ada satu orang sedang bersikukuh tak mau bergeser dari sampingnya.
Waktu itu kebetulan dokter kesehatan Gedung Putih masuk ke ruangan kerjanya, sambil memberi isyarat dengan kerdipan mata, Lincoln mengulurkan kedua tangannya dan menanya:
"Pak Dok, bintik-bintik di tanganku ini sebenarnya apa sebabnya, bahkan di sekujur tubuhku juga ada, aku pikir ia bisa menular, betul nggak?"
"Nggak salah, ia sangat mudah menular," jawab sang dokter mengiyakah perkataan Lincoln, bersamaan dengan itu ia melirik orang yang tak mau bergeser dari ruang kerja Presiden itu.
Begitu mendengar perkataan ini, orang itu segera berdiri dan berkata: "O, Bapak Presiden, aku telah lupa akan suatu hal yang sangat penting, sorry, aku sekarang pulang lebih dulu."
Sesudah orang itu angkat kaki, Lincoln segera tertawa terbahak-bahak.
Ha ha ha...
2. Presiden Reagan Tertembak
Suatu sore tahun 1981, saat Presiden AS Ronald Reagen keluar dari Hilton Hotel di Washington. Seorang pemuda melepaskan tembakan ke arahnya dengan tangan memegang sepucuk pistol.
Waktu itu dada Reagen kena tembak dan luka berat, ia segera dibawa ke rumah sakit. Saat didorong masuk ke ruang operasi, dengan tersenyum ia berkata kepada para dokter bedah: "Harap kalian berjanji di hadapanku bahwa kalian adalah orang Republikan."
Seorang dokter segera menjawab: "Bapak Presiden, hari ini kami yang ada di sini semuanya adalah orang Republikan yang baik."
Ha?
Catatan Redaksi
Seorang hakim Amerika Serikat pada Senin 27 September 2021 mengatakan pihaknya memberikan "pembebasan tanpa syarat" kepada John Hinckley, yang melukai Presiden AS Ronald Reagan dan tiga orang lainnya dalam sebuah percobaan pembunuhan pada 1981.
"Setelah bertahun-tahun, saya akan memberikan pembebasan tanpa syarat kepada Hinckley," kata Hakim Distrik AS Paul Friedman dalam sidang di pengadilan Distrik Columbia.
Pada 2016, Friedman mengizinkan Hinckley untuk pindah dari sebuah rumah sakit jiwa di Washington yang dihuninya selama tiga dekade. Namun, Friedman memberlakukan pembatasan perjalanan dan penggunaan internet kepada Hinckley.
Dalam sidang pada Senin itu, dia berencana untuk mencabut pembatasan terhadap Hinckley. Kesehatan mental Hinckley sudah membaik dan dia tidak lagi berbahaya. Pihaknya mengeluarkan perintah tertulis akhir pekan ini untuk melaksanakan keputusannya.
Jaksa federal Kacie Weston mengatakan dalam sidang itu bahwa Departemen Kehakiman AS setuju Hinckley harus diberikan pembebasan tanpa syarat. Namun, Weston berpendapat pembatasan yang diberlakukan terhadap Hinckley tidak boleh dicabut secara resmi hingga Juni 2022.
Hal itu dimaksudkan agar jaksa dapat terus memantau Hinckley saat dia bertransisi untuk hidup mandiri usai kematian ibunya, kata Weston.
Putri Reagan, Patti Davis, menulis sebuah opini di surat kabar Washington Post yang mengatakan dirinya menentang pembebasan Hinckley dan khawatir pria itu sekarang bisa menghubunginya.
"Saya tidak percaya John Hinckley merasa menyesal," tulis Davis dalam opininya.
Reagan tertembak di paru-paru dalam upaya pembunuhan itu, namun dia pulih dengan cepat. Beberapa orang lainnya turut terluka dalam peristiwa tersebut, termasuk sekretaris pers Gedung Putih James Brady, agen rahasia Timothy McCarthy, dan petugas kepolisian Washington Thomas Delahanty.
Hinckley dinyatakan tidak bersalah dengan alasan gangguan jiwa pada sidang juri pada 1982. Putusan itu mendorong Kongres dan beberapa negara bagian AS untuk mengadopsi undang-undang yang membatasi pembelaan hukum atas dasar gangguan jiwa.
Peristiwa penembakan terhadap Reagan mendorong peluncuran gerakan pengendalian senjata modern setelah James Brady menjadi cacat permanen akibat serangan itu.
Brady dan istrinya, Sarah, memulai suatu gerakan yang sekarang dikenal sebagai "Kampanye Brady untuk Mencegah Kekerasan Senjata".