Cara Tangani Covid Ala Eks Menkes Siti Fadilah dan Prof Nidom
Beredar luas video di kanal Youtube menunjukkan diskusi antara Guru Besar Unair, Prof Nidom Chairul Anwar dengan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Perempuan kelahiran 1949 menyatakan sejumlah pandangan sekaligus keheranannya atas penanganan Covid-19 saat ini.
Diperlukan Respons Militer, Politik, dan Saintifik
Mantan Menkes itu menanyakan apakah wabah ini memang pantas disebut pandemik. Atau justru sebutannya bio-weapon bahkan bio-terrorism. Jika memang bukan pandemik, maka responsnya seharusnya bukan mengikuti bidang public health (kesehatan masyarakat).
“Kalau ini bio-weapon atau bio-terrorism responsnya harus militer, politik, dan saintifik. Politik maksudnya strategi menangani pandemi, bukan politik dalam negeri ini ya carut marut,” katanya dengan tertawa.
Mendengar pernyataan tersebut Prof Nidom lantas menimpali, “Ya, makanya di Israel yang menangani pandemi itu militer Bu”.
Perempuan asli Solo itu pun mengiyakan. “Iya memang harus militer, Pentagon itu juga militer,” bebernya.
Prof Nidom lalu melanjutkan dengan menyebut pemikiran militer dengan sains itu berbeda. Kendati demikian, pihak militer harus didampingin para saintis.
Senada dengan pendapat Prof Nidom, perempuan 71 tahun itu mendukung pernyataan tersebut. “Scientist akan membuat data yang betul. Terus strateginya ditangani oleh panglima perang. Tapi bukan panglima perang yang menjalankan public health. Nah itu yang salahnya. Salahnya di mana sih? Ini bukan pandemi. Kalau bukan pandemi bukan public health gitu,” ucapnya dengan tertawa.
Belajar dari Kasus Flu Burung
Dalam diskusi itu peneliti sekaligus Guru Besar di Unair itu menyebut jika kebijakan sekarang mengikuti pola-pola regulasi saat menangani flu burung, kemungkinan kasus Covid-19 tidak separah sekarang. Salah satunya dengan pembentukan satgas sedari dini.
“Kalau di flu burung saya rasa komunikasi enak antar pihak yang terlibat. Saat ini nggak ada yang berani menyuarakan, kebijakan yang diambil pun mengikuti teori umum. Saya bertanya kok tidak dibuat satgas atau komnas seperti flu burung. Fokusnya harusnya ke virusnya dulu,” katanya.
Mendengar hal itu, perempuan berkerudung itu lantas menimpali. “Iya kalau saya teliti di dua orang pertama di Depok. Di keep dan teliti, cara menularnya, dari sequencing kan kelihatan. Baru mengatur strategi, menimbulkan apa dan bagaimana. Toh dua orang itu nggak papa, dan selamat”.
Alumnus Unair itu juga mengiyakan. Prof Nidom pun terheran sebab kebijakan saat ini tidak fokus kepada penindaklanjutan penelitian virus. “Kalau pada flu burung, virus sebagai bintang dan objek utama. Kalau saat ini justru resikonya yang dipikirkan dulu,” sesalnya.
Remdesivir Tak Efektiv Obati Covid
Menurut Prof Nidom, virus penyebab covid adalah virus yang lebih cerdik dibandingkan dengan virus influenza. Virus influenza terdiri dari 8 fragmen dan dia bisa mutase diri sendiri. Sedangkan pada covid ada struktur namanya non-struktural protein (NSP) sebanyak 14.
Pengobatan analog seperti remdeisivir itu berfungsi replikasi. Karena virus penyebab covid memiliki alat yang disebut NSP 14 tadi, dia bisa menggeser dan bermutasi. “Karena covid ada NSP 14 tadi, dia bisa mengenali ini bukan milik saya. Dia menggantikan proteinnya sendiri, jadi tidak efektif kalau diremdesivir,” katanya.
Prof Nidom juga menambahkan, obat chloroquine yang biasa digunakan untuk Malaria juga tidak mempan terhadap covid. “Virus ini memiliki kecerdikan dalam mengatasi lingkungan. Dia ikatannya berputar, kalau pakai chloroquine juga nggak bisa,” imbuhnya.
Genose Tidak Cocok untuk Deteksi Awal
Selanjutnya, Prof Nidom menyebut Genose tidak cocok untuk deteksi awal. Genose hanya memisahkan orang yang membahayakan dengan orang yang tidak berpotensi menularkan. “Kadang ada kasus antigen negatif tetapi di PCR positif. Antigen tidak cocok dengan Genose. Genose itu memisahkan yang betul-betul masih ada virusnya, jadi tidak bisa untuk deteksi awal. Tetapi paling tidak ada screening awal,” katanya.
Prof Nidom melanjutkan, Genose cocok untuk mendeteksi pasien di rumah sakit yang kadar virusnya masih tinggi. Untuk memastikan virus masih ada di tubuh atau tidak, setelah Genose dilanjutkan tes PCR. “Kalau pasien memiliki virus kadarnya tinggi di Genose terdeteksi, terus dicek sampai nggak ada. Agar lebih pasti lagi hasilnya, baru di PCR. Kalau di PCR sudah tidak ada berarti udah clear. Kami ini juga masih mempelajari terus karena virus RNA ini modalnya mutasi,” tutupnya.
Advertisement