Cara Serial Killer Bekasi Cekik Korban
Oleh: Djono W. Oesman
Geng serial killer Wowon Cs asli kejam. Mereka membunuh sembilan orang bermotif sepele. Modus tipu mengaku dukun, kalau pasien nagih janji karena gagal, dibunuh. Bahkan, anak Wowon nangisan pun dibunuh.
-------------
Sebagian besar modus dan motif kejahatan Wowon Cs (Wowon, Solihin alias Duloh dan Dede Solehudin) sudah dikorek polisi dan wawancara wartawan. Dari pengakuan Wowon dan Duloh itulah terungkap kekejaman mereka.
Dirangkum dari pengakuan Wowon dan Duloh ke polisi, dilengkapi wawancara Wowon dengan wartawan, konstruksi perkara, begini:
Awalnya, Wowon (60) punya ide menipu. Caranya, ia jadi dukun pengganda uang. Teknisnya, ia melakukan trik amplop. Uang Rp 10 ribu dimasukkan amplop yang ia siapkan. Setelah amplop dibuka, isinya Rp 100 ribu. Pengganda uang.
Trik itu ia pamerkan pertama kali kepada isterinya, Wiwin (40) pada 2014 ketika mereka miskin. Lantas, di tahun itu juga Wiwin jadi TKW di Malaysia. Dari situlah trik Wowon menyebar. Wiwin menceritakan ke teman-teman TKW di sana.
Wowon baru dapat korban sekitar pertengahan 2020. Pasien pertama bernama Siti Fatimah (24), TKW dari Malaysia. Siti tahu dari Wiwin. Percaya. Siti lalu rutin mentransfer uang gaji ke Wowon, untuk digandakan sepuluh kali.
Bagian penerima transfer adalah Dede Solehudin (37), adik kandung Wowon. Siti rutin transfer bank ke rekening Dede.
Awal 2021 Siti menagih Wowon, minta bukti bahwa uang Siti sudah membesar sepuluh kali lipat. Di situ mulai masalah. Jelas bermasalah. Karena niat Wowon memang menipu.
Wowon janji-janji terus ke Siti. Sebaliknya, Siti semakin gencar menagih Wowon. Sementara, Siti diharuskan Wowon agar terus rutin transfer uang ke Dede. Kalau tidak, uang bisa hilang semua. Siti pun terpaksa menurut.
Akhirnya, Siti tak sabar lagi. Februari 2021 Siti pulang ke Indonesia. Langsung nagih Wowon di rumahnya di Cianjur. Siti bilang ke Wowon, kalau uang tak bisa digandakan, tak masalah. Minta dikembalikan saja semuanya.
Wowon terus berkilah. Mengulur waktu. Menyiapkan strategi.
Melalui bujukan, Wowon bilang ke Siti, uang Siti sudah digandakan sepuluh kali lipat. Tapi, Siti harus menemui tokoh (fiktif karangan Wowon) dijuluki Ki Banyu.
"Di mana rumah Ki Banyu?" tanya Siti.
"Di Mataram, NTB."
Siti mikir. Mungkin merasa, lokasinya jauh banget (dari Cianjur, Jabar). Tapi demi uang sepuluh kali lipat, Siti bilang, mau segera mendatangi Ki Banyu.
"Kapan kita ke sana?" tanya Siti.
"Segera. Besok saya kabari."
Siti pulang. Wowon memberi pengarahan ke mertuanya, Noneng, ibunda Wiwin. Bahwa Noneng diminta segera menemani Siti ke Mataram. Diberi uang jalan. Tapi, alamat Ki Banyu di Mataram, dikatakan Wowon ke Noneng, begini:
"Ki Banyu adanya di dasar laut Mataram. Maka, ibu mertua dan Siti harus nyebur laut bersama. Nanti di dasar laut ketemu Ki Banyu. Dijamin aman."
Belum terjelaskan, atau polisi belum diinvestigasi lanjut, intinya Noneng dan Siti percaya. Cerita tidak logis itu dipercaya. Siti-Noneng benar-benar berangkat ke Mataram, Februari 2021.
Siti tewas tenggelam di perairan Bali. Jenazahnya dibawa, dimakamkan di desa Garut, Jabar. Noneng yang juga nyebur laut, selamat. Pulang lagi ke Cianjur. Serumah dengan Wowon.
Di situ Noneng tahu rahasia penipuan Wowon. Sekaligus pembunuhan.
Tak butuh lama, Maret 2021, Wowon menawarkan pekerjaan ke tetangganya Duloh (63), yang pengangguran. Pekerjaannya: Habisi dua wanita ini: Noneng dan Wiwin.
Duloh bingung dapat instruksi pekerjaan itu, bertanya ke Wowon:
"Dihabisi bagaimana maksudnya?"
"Ya, dibunuh. Bisa enggak?"
Duloh mikir. Katanya, saat itu ia belum pernah membunuh manusia. Tapi ia tertarik omongan Wowon, honornya Rp 500 juta. Lantas, Duloh menjawab:
"Siap. Kapan?"
"Cepetan. Kuburannya sudah disiapkan adik saya, Dede, di halaman rumah saya."
"Oke. Hayo..."
Suatu malam di Maret 2021, hampir pukul 22.00. Wowon bernama Noneng mendatangi rumah Duloh yang ditempati sendirian. Jaraknya cuma selemparan batu dari rumah Wowon.
Dalam sekejap, Noneng tewas dicekik Duloh. Saat pembunuhan berlangsung, Wowon sudah meninggalkan rumah Duloh. Untuk siap-siap membawa isterinya, Wiwin, ke rumah Duloh juga.
Setelah Wowon terima kode dari Duloh, bahwa pekerjaan pertama 'beres', Wowon mengajak Wiwin ke rumah Dulloh.
Pengakuan Duloh ke polisi: "Noneng meninggal pukul sepuluh (22.00) Wiwin mennggal sekitar pukul sebelas (23.00)."
Setelah itu mereka menunggu, memastikan tidak ada tetangga di sekitar situ. Lalu, sejam kemudian Wowon, Duloh dan Dede mengangkut dua jenazah tersebut ke rumah Wowon.
Langsung, jenazah diceburkan ke galian di halaman samping rumah. Lalu diurug tanah. "Sekitar jam satu (dini hari) semua beres. Tanah rata. Tidak keliatan ada kuburan," kata Duloh.
Sejak itulah terbentuk geng Wowon, Duloh, Dede. Pembagian peran begini: Wowon pesulap dan marketing. Duloh pembunuh. Dede penerima uang korban sekaligus tukang gali lubang kuburan.
Sejak itu Duloh mantap jadi pembunuh. Cara pembunuhan cuma dua: Cekik dan racun. Atau kombinasi. Kalau korban diracun belum mati, atau setengah mati, ya... dicekik. Cara itu dipilih Duloh, karena senyap.
Juli 2021. Korban berikutnya, TKW Parida asal Bandung Barat, tewas diracun Duloh di rumahnya. Pembunuhan di tengah malam juga. Kuburan di sekitar rumah Wowon juga.
Di situ ada kejadian tak terduga. Duloh mengira, orang diracun bakal langsung mati. Ternyata kenyataan tidak begitu. Duloh cerita demikian:
"Kopi racun diminum (Parida) sekitar jam delapan (20.00). Sejam kemudian dia mengaku puyeng. Saya bilang: Kalo puyeng ditidurin aja. Eee... dia malah jalan-jalan kebingungan. Trus muntah-muntah."
Parida bingung, Duloh panik. Di saat itu, seperti biasa, Wowon yang tidak melihat proses pembunuhan melainkan menunggu di rumahnya, telepon Duloh, menanyakan hasil:
"Bagaimana Kang Dul? Beres?"
"Apanya yang beres. Dia kelabakan, muntah-muntah."
"Lho... dibantu atuh, Kang... Bantu cekik, biar cepet."
"O.. ya..."
Duloh yang semula panik, langsung sadar. Mikir. Bahwa Parida bisa teriak-teriak. Bahaya ini. Maka, dengan sigap Duloh memiting Parida. Dicekik abis. Sampai tak bergerak lagi.
Duloh: "Sekitar jam sebelas (23.00) beres. Trus dia (jenazah Parida) dibawa ke rumah Wowon. Dikubur di situ. Jam empat, semuanya beres."
Setelah beres, Duloh tanya honor Rp 500 juta ke Wowon:
"Bayarannya mana, Won?"
"Ntar Kang. Masih banyak, nih."
"Banyak apanya?"
"Kerjaannya masih banyak."
"Waduh, gimana nih?"
"Sabarlah Kang."
September 2022. Paling memilukan, pembunuhan Bayu. Bayi umur dua tahun, anak kandung Wowon dan Wiwin. Dinilai Wowon, Bayu merepotkan. Bawaannya rewel. Siang-malam sering nangis. Kata Wowon: "Bentar-bentar nangis."
Eksekusi Bayu di rumah Wowon. Eksekutor tetap Duloh, mendatangi rumah Wowon tengah malam. Duloh tiba di rumah Wowon, ketemu Wowon dan Bayu sedang tidur. Duloh bilang begini:
"Di belakang rumah, dekat WC, sudah ada lubang satu kali satu meter. Katanya, itu calon kuburnya (Bayu). Wowon tanya ke saya: Gimana? Bisakah? Saya jawab: Beres."
Bagi Duloh yang sudah pengalaman, korban ini sangat empuk. Tapi, yang diwaspadai adalah kemungkinan teriakan bayi.
Maka, caranya begini: Bayu digendong Duloh. Otomatis Bayu terjaga dari tidur. Dielus-elus sebentar. Lalu ditidurkan di tanah dekat lubang galian. Dicekik sampai mati. Langsung jasadnya dilempar ke lubang.
Begitu seterusnya modus mereka. Sampai ditangkap polisi karena suatu kebetulan. Ketika sekeluarga Maemunah dan tiga anaknya: Ridwan Abdul Muiz (18) M Riswandi (16) dan Neng Ayu (6) diracun Duloh di Bantargebang, Bekasi. Tiga nama itu tewas, Neng Ayu selamat, kini dirawat dalam pengawasan Polri.
Kasus itu semula diduga cuma keracunan biasa. Tapi, penyidik menemukan plastik, bekas bungkus pestisida di belakang rumah. Sedangkan, kepala keluarga, Wowon, tidak muncul sampai pemakaman korban di Cianjur.
Akhirnya polisi menangkap Wowon, lalu Duloh. Terakhir, Dede yang bersandiwara ikut minum kopi racun dalam dosis kecil, tidak mati. Ia ditangkap polisi, setelah polisi menginterogasi Wowon dan Duloh.
Proses pembunuhan semua, pengakuan para tersangka. Dilengkapi bukti mayat-mayat yang dibongkar kuburnya. Penyidik masih terus mendalami, investigasi, mencari bukti-bukti lain.
Ini asli serial killer. Seperti kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran.
Soal serial killer, Prof David V. Canter dalam bukunya bertajuk: "Criminal Shadows: Inside the Mind of the Serial Killer" (1994) membagi tipologi pembunuh berantai jadi empat jenis.
1) Visioner. Pembunuh berorientasi pada misi, bersifat hedonistik, dan berorientasi kontrol kekuasaan.
2) Motif sensasi dan finansial. Orientasi sensasi adalah, pembunuh suka bikin sensasi. Sedangkan motif finansial, untuk menutupi kejahatan finansial (motif harta).
3) Pembunuhan keluarga. Korbannya anggota keluarga pembunuh sendiri.
4) Pembunuh keliling. Pembunuh benci pada orang-orang tertentu. Misalnya, benci pada pelacur. Ia keliling, membunuhi pelacur yang ditemui.
Merujuk teori Canter, Geng Wowon masuk tipologi gabungan nomor dua dan tiga. Umumnya serial killer Indonesia masuk golongan nomor dua. Misal, Ryan jagal dari Jombang yang kini menjalani hukuman penjara.