Cara Melembutkan Hati, Jalan Beragama yang Lazim
Di Indonesia, juga di sebagian dunia, umat Islam beragama dengan menunjukkan sikap keras dan cenderung terkesan militan. Adakah ini fakta mereka terperangkap dalam politik identitas?
Terlepas dari hal demikian, KH Husein Muhammad menyampaikan renungan agar kita, umat Islam, tetap tampil lembut sesama manusia. Tentu saja, lembut dalam hati namun tegas dalam bersikap secara fisikal.
Berikut ulasan KH Husein Muhammad:
Dalam acara ngaji Sastra Sufi, kemarin ada yang bertanya bagaimana caranya menumbuhkan kelembutan hati, agar bisa memahami sastra sakral sufi.
Aku menjawab : berusahalah untuk menjadi hati mereka yang terluka, hatimu akan lembut dan bicaramu santun, serta mencintai mereka. Mereka adalah anak-anak yatim, piatu, orang-orang miskin, yang sakit, kehausan dan yang buta.
Rasulullah bersabda:
عن أبي الدرداء رضي الله عنه قال: أتى النبي صلى الله عليه وسلم رجل يشكو قسوة قلبه فقال صلى الله عليه وسلم: أتحب أن يلين قلبك وتدرك حاجتك؟ ارحم اليتيم وامسح رأسه وأطعمه من طعامك يلن قلبك وتدرك حاجتك
seseorang laki-laki mendatangi Nabi Shallahu ‘alaihi wasallam, mengadukan hatinya yang keras. lalu Nabi bertanya: apakah kamu senang hatimu menjadi lembut dan kamu menggapai hajatmu? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya dan berilah ia makan dari apa yang kamu makan, maka hatimu akan lembut dan kamu bisa menggapai hajatmu.
Selain itu adalah sering mengingat kematian. Nabi saw bersabda :
اكثروا من ذكر هاذم اللذات
"Sering-seringlah mengingat hilangnya kenikmatan duniawi". Yakni kematian.
Para Nabi dan para sufi adalah orang-orang yang berhati lembut dan penyayang. Hari-hari mereka dilalui bersama orang-orang yang hatinya luka, yang termarjnalkan, dihinakan, direndahkan manusia.
Maulana Rumi mengatakan :
Cintalah yang membuat besi jadi lentur
Ialah yang menghancurkan batu,
Ialah yang membangunkan kematian
Ialah yang menggerakkan kehidupan
Bagaimana Seharusnya Beragama
Seorang teman follower bertanya : bagaimana sehurusnya kita beragama dan memilih pemimpin, panutan.
Aku menjawab seperti yang pernah aku tulis dahulu kala :
Seyogyanya agama dipeluk karena kesadaran dari dalam diri sesudah merenung-renung, bukan karena mengikuti orang lain atau kata orang lain, agar keyakinanmu kokoh dan melahirkan kearifan.
Memilih pemimpin juga seharusnya seperti itu, bukan karena ikut orang atau karena dibayar orang lain. agar tercipta kedamaian dan ketenangan.
(KH Husein Muhammad -08.06.22)