Cara ESC Ajak Siswa Temukan Minat dan Bakat
Sebagai bentuk implementasi Kurikulum Merdeka, yang diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim, sejak 11 Februari lalu.
Elyon Christian School (ECS) menghadirkan program Intrakurikuler. Program ini merupakan ekstrakurikuler yang diajarkan saat jam pelajaran sekolah. Sony Kurniawan selaku GAC Director of Studies Elyon Christian School mengatakan, kurikulum ini memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi siswa untuk memilih mata pelajaran yang mereka sukai dan minati di dua tahun terakhir mereka saat SMA.
"Program ini juga dapat mendukung bakat dan kemampuan siswa dari jenjang SMP hingga SMA melalui program intrakurikuler yang disebut container," terangnya.
Sony menerangkan, program ini hadir dengan 14 jenis intrakurikuler yang dapat dipilih antara lain, graphic design, music, photography & filmography, public speaking, languages, recycling, programming, makeup artist, charity, dan arts.
Menariknya, program intrakurikuler juga melibatkan guru mata pelajaran yang memiliki keahlian atau minat lain dalam bidang terkait. "Selain para guru, kami tentunya juga berkolaborasi dengan orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Jadi di sini sama-sama belajar antara murid dan gurunya," jelasnya.
Dalam prosesnya, kegiatan intrakurikuler ditunjukkan dalam kegiatan belajar mengajar para siswa dan guru di kelas, atau disebut juga dengan istilah Learn to Learn.
"Salah satu caranya adalah dengan menggunakan hasil foto karya seorang siswa yang mengikuti intrakurikuler fotografi pada saat proses belajar atau saat siswa mempresentasikan hasil belajar mereka," tambahnya.
Diharapkan adanya program ini, diharapkan para siswa dapat menemukan minat dan bakatnya.
Salah satu karya yang berhasil dibuat oleh siswa yang mengikuti program ini ialah Pochary Poverty Charity. Pochary merupakan aplikasi yang dibuat untuk mengatasi masalah kemiskinan di Yogyakarta.
Aplikasi yang dibuat oleh Candice Carissa Sutedjo (kelas 7C) dan Wilbert Suryajaya Lim (kelas 8B) ini melewati research selama satu tahun.
"Aplikasi ini merupakan hasil belajar kami saat mengikuti program Intrakurikuler Youth Can Do. Program ini melatih kami untuk berpikir kritis atas suatu masalah dan mencari solusi serta inovasi yang dapat membantu permasalahan tersebut," ujar Carissa.
Ia menerangkan, dalam aplikasi yang masih berbentuk prototipe ini nantinya masyarakat bisa mengetahui mengenai budaya Yogyakarta, tempat wisatanya, hingga melakukan charity.
"Kami juga membuat inovasi baru terkait batik yang bisa dibeli melalui aplikasi ini nantinya. Kami membuat jas hujan batik model kelelawar untuk menambah ragam khas batik asal Kota Pelajar tersebut," tandasnya.