Cantumkan Nama dan Foto Pejabat di APK Harus Berizin
Gelaran Pilwali Kota Surabaya sudah memasuki tahapan kampanye para pasangan calon. Hingga saat ini sudah ada dua paslon yang sudah ditetapkan oleh KPU Kota Surabaya, yakni paslon nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji dan paslon nomor urut 2 Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno.
Setelah penetapan paslon pada 23 September lalu, dua paslon itu sudah mulai menyemarakkan Kota Surabaya dengan alat peraga kampanye masing-masing. Mulai dari baliho, umbul-umbul, poster, dan lainnya. Tak sedikit pula yang mencantumkan beberapa nama pejabat publik, seperti Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, hingga Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Keberadaan foto pejabat aktif di Alat Peraga Kampanye (APK) para calon itu mendapat sorotan. Ketua KPU Kota Surabaya, Nur Syamsi mengatakan bahwa beberapa hari lalu, KPU, Bawaslu, dan dua paslon mengadakan rapat bersama terkait dengan APK Pilwali Surabaya. Menurutnya, dalam rapat itu ada bahasan alot mengenai izin tertulis dari pejabat yang dicantumkan nama atau gambarnya di APK.
“Sebaimana ketentuan, kalau ada pejabat daerah yang masih aktif dan hendak melaksanakan kampanye itu kan harus mendapat izin dari atasan dan yang bersangkutan. Kita harus sampaikan itu agar semuanya akan tidak melanggar aturan yang ada, baik itu aturan kampanye maupun aturan-aturan yang lain. Kita sampaikan itu semata-mata demi semuanya juga,” kata Nur Syamsi.
Terkait dengan adanya desain tersebut, Nur Syamsi mengatakan bahwa kedua paslon sama-sama sepakat untuk mengganti desain APK mereka agar sesuai aturan dan kesepakatan.
“iya, mereka harus melakukan perbaikan terhadap desain mereka,” katanya.
Sementara itu, dari Tim Eri Cahyadi-Armuji, yang diwakili oleh Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya Wimbo Ernanto, mengakui jika pembahasan APK Pilwali Surabaya berlangsung alot. Sebab ada protes dari pihak PDIP dan Eri-Armuji terkait pencantuman pihak selain kader parpol yang mengusung harus memiliki izin tertulis.
“Jadi pembahasan APK ada poin-poin bahwa pencantuman selain parpol harus ada izin. Memang ada protes dari kami. Kalau kita waktu itu ada tokoh NU, kita sudah sepakat dan ada izinnya. Begitu juga kita keberatan terhadap paslon nomor urut 2 yang mencantumkan tulisan ‘Biyen Risma Sak Iki MA’. Jadi kita keberatan,” kata Wimbo.
Selain keberatan, adanya nama Risma di APK Machfud Arifin-Mujiaman, Wimbo mengatakan mengeluhkan tercantumnya nama kader PDIP yang juga Presiden Indonesia, Joko Widodo. Sebab menurutnya di aturan PKPU dijelaskan bahwa tidak boleh mencantumkan nama presiden.
Tak hanya itu, PDIP Surabaya juga keberatan ditampilkannya nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Menurutnya, dua tokoh publik yang dicantumkan di APK Paslon nomor urut 2 belum berizin.
“Keberatan yang ketiga yaitu masalah tokoh-tokoh yang di situ tanpa izin, seperti Dahlah Iskan dan Khofifah Indar Parawansa. Jelas itu harus ada izin karena Bu Khofifah itu Gubernur Jawa Timur. Itu kalau sudah terpasang harus ada izinnya dari Mendagri. Kenapa hal tersebut yang diprotes? karena bunyi PKPU seperti itu,” katanya.
Namun terkait dengan adanya sosok Walikota Surabaya Tri Rismaharini di APK Eri Cahyadi-Armuji, Wimbo mengatakan bahwa Risma adalah kader PDI Perjuangan. Jadi merupakan kewajaran jika calon dari PDIP memasang nama Risma, terlepas Risma pejabat publik.
“Bu Risma merupakan ketua kami, ketua DPP PDIP. Terlepas Bu Risma sebagai pejabat publik atau Walikota Surabaya. Sudah direstui sama beliau? iya pasti sudah ada itu,” katanya.
Terkait dengan protes tersebut, Calon Walikota Surabaya nomor urut 2 Machfud Arifin menanggapi santai. Menurutnya, tidak masalah ada pihak yang protes adanya nama Jokowi di APK MA-Mujiaman. Bahkan ia mengatakan, selama ini dirinya tidak pernah protes apapun terhadap APK Eri-Armuji.
“Ya tidak apa-apa. Mereka bawa nama Risma kok kon gak protes? Ya kan. Ya kalau aku memang nggak tau protes-protes gitu,” kata MA singkat.
Advertisement