Pesona Batik Durian dan Tembakau Khas Jombang
Perajin batik di Jombang punya inovasi sendiri. Nunuk Rahmawati, pengusaha batik di Jalan Basuki Rahmad Jambu gang 2 No 12 Jabon, menciptakan sejumlah motif batik yang terinspirasi dari kekhasan Jombang. Dua di antaranya adalah motif tembakau dari petani di Desa Kabuh, Ringin Contong sebagai tugu ikon kabupaten, serta parang durian dari petani buah Wonosalam. Warna yang mendominasi pun Hijau dan Merah yang menjadi warna khas Jombang (Ijo-Abang).
“Kami membuat batik memang khas Jombangan, motifnya dari potensi yang ada di sini. Misalnya saja motif ringin contong, durian dari Wonosalam, dan daun tembakau dari Kabuh,” kata Nunuk kepada Ngopibareng.id pada Senin 22 Juni 2020.
Nunuk juga membuat motif lain yang masih mencirikan kota Jombang. Motif ini didapatnya dari melihat fenomena dan potensi yang ada. Seperti arimbi, besutan, semar, ambyaran, laksmini, jagung dan cengkeh.
“Biasanya saya lihat dari fenomena sama potensi di masing-masing wilayah. Kemarin membuat motif ambyaran pas lagi hits Didi Kempot, selain itu juga batik Semar saat gunung api meletus,” tambahnya.
Digandrungi ASN Setempat
Beragam batik telah dibuat pengusaha yang meneruskan usaha orang tuanya ini. Mulai batik cap, colet, printing, hingga tulis. Dalam memasarkan produknya, Nunuk menggunakan media sosial Instagram dan getok tular. Pelanggan setianya pun menyebar dari beberapa kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah (Jateng). Antara lain Lamongan, Mojokerto, Solo, Malang dan Kediri. Harganya pun terjangkau, dimulai dari Rp 120 ribu hingga Rp 200 ribu.
Selain itu, Nunuk selalu banjir pesanan batik khusus dari institusi pemerintah setempat. Mulai dari Bappeda, Penyelenggara event Guk Yuk, hingga Dinkes (Dinas Kesehatan). Keindahan batik buatan mantan pengajar perguruan tinggi di Jombang itu juga menarik perhatian Duta Besar (dubes) Timor Leste saat melakukan kunjungan ke Indonesia.
Banyaknya pesanan dari Aparatur Sipil Negara (ASN) lantaran regulasi pemerintah yang mengharuskan mereka memakai batik khas Jombangan setiap Kamis.
“Yang paling sering beli ASN sini, mereka kan diwajibkan memakai batik khas Jombangan. Saya waktu itu juga kaget pernah kedatangan tamu dari dubes Timor Leste,” kisahnya.
Produksi Masker Saat Pandemi
Nunuk mengaku, jika sedang ramai, keuntungan yang diraup bisa mencapai Rp 30 juta. Sayangnya, sejak ada pagebluk pada Maret 2020, ibu dua anak itu memilih berhenti total produksi kain batik.
Untuk menyiasati agar perekonomian tetap berjalan, Nunuk memutar otak dan membanting setir memproduksi masker batik. “Saya butuh menghidupi kedua karyawan dan agar perekonomian tetap berjalan harus memutar otak. Akhirnya tercetus ide membuat masker batik,” jelasnya.
Masker yang dijual bermotifkan ringin contong dan beberapa motif yang lain. Dalam memilih kain batik Nunuk tidak mau menggunakan kain yang sembarangan namun tetap harga murah, yakni Rp5 ribu. Murni kain batik asli bukan campuran perca. Tak heran, batik ini laku di pasaran dan menarik pembeli hingga luar kota.
“Saya memilih batik nggak mau kain sembarangan dan campuran perca. Biar pelanggan senang harganya Rp5 ribu tapi tetap berkualitas. Kemarin ngirim 1.900 masker ke Kalimantan dan Bali” tutupnya.
Advertisement