Campur Limbah Batubara dalam Beton, Mahasiswa ITS jadi Juara
Mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjuarai lomba beton nasional "CIVFEST 2018" di Politeknik Negeri Jakarta, Kamis 15 Maret setelah membuat beton dari limbah batubara.
Alnardo Khotani di Surabaya, Senin 19 Maret mengatakan dia dan kedua rekannya yaitu Kurniawan Sugianto dan Yusak Nurrizki yang tergabung dalam Tim Awig Awig 59 menjadi juara dua setelah mengangkat tema Beton Berbahan Flaco (fly ash dan copper slag).
"Para dewan juri menilai pembuatan beton dengan limbah tersebut lebih mengarah ke nilai ekonomis, inovatif, dan lingkungan," kata Alnardo.
Alnardo mengatakan, fly ash atau abu terbang merupakan jenis limbah yang berasal dari pembakaran batu bara. Abu terbang juga menjadi penyumbang limbah terbesar dengan bobot total 219.000 ton per tahun. Data tersebut diperoleh dari PT. Suralaya, Banten.
Sedangkan, copper slag merupakan jenis limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk butiran runcing, kasar, dan padat. Limbah tersebut diperoleh dengan bobot total 19.000 ton per tahun di PT. Smelting Gresik. Kedua limbah tersebut digunakan sebagai bahan tambahan campuran beton dan sebagai subtituen atau bahan pengganti.
Selain itu, tim juga memberikan komposisi bahan dengan senyawa kimia berjenis superplasticizer dan retarder guna menjaga keenceran, sifat plastis, dan kekuatan beton selama selang waktu beberapa jam.
Kedua senyawa tersebut berfungsi memperlambat pengerasan beton sehingga beton terlihat encer meskipun dalam jangka waktu yang agak lama dan kondisi cuaca yang panas.
Meskipun mampu memberikan sifat keenceran, kedua senyawa tidak mengakibatkan penuruan kekuatan beton, bahkan kekuatan beton dapat sedikit meningkat.
Sementara itu, Kurniawan mengaku dia dan tim merasa kesulitan di waktu persiapan dalam penentuan kadar senyawa.
"Menurut kami, pemberian dan penentuan kadar superplasticizer dan retarder ke dalam campuran beton adalah yang paling rumit dan sulit. Pasalnya jika tidak benar-benar sesuai kadarnya maka beton akan mudah rusak. Sebanyak lima kali pengujian yang telah kita lakukan untuk mendapatkan kadar yang lebih tepat," ujar Kurniawan.
Di perlombaan tersebut, beton buatan Tim Awig Awig 59 telah diuji oleh dewan juri dengan uji "slump" yaitu pengujian yang digunakan untuk menentukan kekakuan campuran beton dalam menentukan tingkat "workability"-nya.
Campuran beton dimasukkan ke dalam wadah kerucut yang dikenal cone dengan tinggi 30 centimeter. Selanjutnya, ketika cone diangkat, maka beton diperbolehkan mengalami penurunan sekitar 14 centimeter.
Alhasil, beton dari Tim Awig Awig mengalami penurunan sekitar 2 centimeter. Hal tersebutlah yang membuat tim awig awig 59 mampu juara. (ant)
Advertisement