Cagar Budaya Muarojambi Pusat Peradaban dan Perekonomian Rakyat
Energi yang terkuras dan peluh yang membasahi sekujur badan usai menelusuri kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarojambi, terobati setelah melihat gugusan candi peninggalan budaya yang terserak di area sepanjang 7,5 km. Membentang dari barat ke timur.
Penataan KCBN Candi Muarojambi seluas 3.981 hektar menjadi agenda prioritas Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Niatan untuk merevitalisasi KCBN Muarajambi ini, didorong keinginan untuk mendapat pengakuan dan usulan Muarojambi sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.
Rwvitalisasi Muarojambi akan menerapkan konsep harmonisasi dengan ekosistem alam di sekitar, termasuk warga yang ada di dalamnya, diharapkan akan mampu melestarikan beberapa candi yang sedang rekonstruksi kembali oleh Kemendikbudristek.
Antara lain Candi Astano, Candi Kembarbatu, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Gumpung, Candi Gumpung I, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan Candi Kedaton. Tetapi di kawasan KCBN diperkirakan masih ada puluhan candi yang masih terkubur tanah dan tertutup oleh semak belukar..
Fokus Pelestarian
Sekretaris Direktorat Jendral Kebudayaan Kemendikbudristek Fitra Arda, saat mendampingi peserta Pers Tour ke KCBN Muarojambi menyampaikan bahwa Candi Muarojambi telah menjadi fokus pelestarian karena situs ini memiliki candi dengan bentuk struktur bata merah, punya nilai historis yang menarik.
Ada kemiripan dengan struktur candi petilasan Kerajaan Mojopahit di Trowulan Mejokerto serta candi Borobudur ditandai antara lain dengan stupa yang telah direkonstruksi,
Lokasi candi-candi itu dibangun di lahan yang lebih tinggi dari lahan sekitarnya. Di lokasi candi, dilengkapi dengan parit dan kolam yang dulunya diperkirakan berfungsi sebagai jalur transportasi dan pengendalian banjir di kawasan muara ini.
Setelah revitalisasi, struktur bangunan bata yang berjumlah 88 bangunan dengan sembilan di antaranya telah dilakukan pemugaran, diharapkan wajah kawasan ini akan lebih cantik. Kesembilan candi yang telah dipugar itu adalah Candi Astano, Candi Kembarbatu, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Gumpung, Candi Gumpung I, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan Candi Kedaton.
Keunikan
Kunikan menjadi ciri khas Kawasan Candi Muarojambi yang memiliki tradisi spiritual dan pendidikan Buddhisme di Asia Tenggara. Situs ini yang diperkirakan sebagai tempat pendidikan ini, menjadi saksi bisu atas pertukaran pengetahuan dan nilai spiritual antar generasi.
Candi Muarojambi telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional berdasarkan penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 259/M/2013. Program Revitalisasi KCBN Muarojambi yang meliputi pemugaran, perencanaan pemugaran, normalisasi parit keliling, dan penataan lingkungan, dilakukan pada 2022.
Tahun ini akan dilakukan Pembangunan Museum, Pemugaran Candi Kotomahligai dan Candi Paritduku, Perencanaan Pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-Alun, dan Penataan Lingkungan Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, dan Candi Astano serta Normalisasi parit dan kolam.
Satu hal yang jelas, KCBN Muarajambi ini, menjadi bukti jejak masa lalu sebagai tempat pendidikan Budhisme dengan area terluas dan tertua di Asia Tenggara.
Menurut Sekretaris Dirjen Kebudayaan Fitra Arda, revitalisasi KCBN Muarajambi merupakan sebuah langkah tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam UU tersebut, ada dua hal yang dituju, yaitu berkaitan dengan ketahanan budaya serta kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia. Pelestarian KCBN Muarajambi tidak hanya berfokus pada cagar budaya, tetapi juga mengembangkan pelindungan alam dan lingkungan.
“Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam revitalisasi di kawasan ini, yaitu menjadikan kawasan ini sebagai pusat pendidikan, penguatan sumbu imajiner dengan menata kawasan candi, penguatan ekosistem melalui ekonomi kerakyatan berbasis kebudayaan takbenda,” ujarnya.
Dalam menjalankan aktivitasnya, kawasan ini akan dibentuk tata kelola di bawah naungan Museum dan Cagar Budaya. Untuk mendukung upaya revitalisasi ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) telah memusatkan agenda ke Muarajambi. Misalnya, untuk menguatkan nilai dari kawasan ini, Ditjenbud melaksanakan Festival Kenduri Swarnabhumi dan Pasar Dusun Karet (PADUKA). PADUKA merupakan tempat untuk menjual makanan atau minuman khas masyarakat Desa Muarajambi.
Pengembangan kawasan ini diharapkan tidak menghilangkan esensi pedesaannya dan masyarakat menjadi aktor utama dalam pengelolaannya. Selain itu, pembangunan KCBN Muarojambi juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat bahwa kebudayaan bukan sekedar cagar budaya dan seni tari, lebih dari itu, kebudayaan adalah metode dalam pembangunan dan menyiapkan fondasi dasar bagi kemajuan bangsa.
“Saat ini, kebudayaan sudah tidak lagi dianggap sebagai cost, tetapi investasi jangka panjang,” ungkap Fitra.
Pusat Peradaban Dan Ekonomi
Investasi kebudayaan berupa pementasan dalam rangka pengenalan budaya, membuka ruang inklusif yang menghubungkan kebhinnekaan, serta membangun ekonomi kerakyatan secara jangka panjang.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V, Agus Widiatmoko, menambahkan bahwa KCBN Muarojambi jangan hanya dipandang sebagai destinasi pariwisata, melainkan sebagai pusat peradaban yang mencerminkan warisan budaya.
“Kita harus melihat Muarajambi sebagai pusat peradaban yang menyediakan ruang untuk belajar dan penelitian yang mendalam,” kata Agus.
Selain itu, peran masyarakat sangat penting untuk menjadi wahana bagi pengembangan ekonomi lokal dan pemajuan pendidikan. “Nilai-nilai tradisionalnya diangkat betul, kearifan lokal diangkat dan memberi manfaat ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Masyarakat bisa menjual hasil pertanian dan perkebunan seperti buah duku dan durian kepada pengunjung yang mulai rame. Di Kawasan Cagar Budaya Muarojambi, terdapat puluhan ribu pohon duku dan durian, Pada musim panen dipasarkan hingga ke Jawa.