Buruh Sidoarjo Berharap Presiden yang Baru Bubarkan Omnibus Law
Kebijakan tentang Omnibus law masih menjadi kendala bagi buruh, termasuk di Sidoarjo. Regulasi yang mencakup Undang-undang cipta kerja itu dianggap merugikan buruh karena banyak hak-hak buruh yang tidak didapatkan pasca ndang-undang itu ditetapkan.
Keluhan itu disampaikan seorang buruh di Sidoarjo. Ia memberikan contoh salah satunya mengenai pesangon. Sebelum adanya Omnibus law, ia mendapatkan pesangon sebanyak 36 kali tapi setelah ada Omnibus law, ia hanya mendapat pesangon 25 kali.
“Itu kalau dinominalkan kurang lebih totalnya Rp65 juta hilang gara-gara aturan omnibuds law,” ucap Anton, karyawan PT. Santos Jaya Abadi, Senin, 29 Januari 2024.
Oleh karenanya, Anton mewakili para buruh berharap kepada president yang baru harus bisa membubarkan aturan Undang-undang Omnibus law karena sangat merugikan kaum buruh.
“Kita berharap presiden yang baru, bisa merakyat melindungi kaum buruh, dan jujur,” imbuhnya kepada Ngopibareng.id.
Anton mengeluhkan banyaknya tenaga kerja asing yang bisa bekerja leluasa di Jawa Timur. “Sedangkan warga pribumi kesulitan mencari kerja di negara sendiri,” bebernya.
Warga Desa Jemundo, Taman, Sidoarjo ini juga mengeluhkan aturan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang saat ini berlaku. Menurutnya aturan tersebut tidak bisa memastikan kesejahteraan ekonomi kaum buruh.
“Adanya aturan tersebut, buruh bisa di berhentikan kerja sewaktu-waktu tanpa mendapatkan haknya. Itu bisa jadi bagian dari omnibudslaw,” ungkap karyawan pabrik kopi selama 30 tahun itu.
Anton berharap kebijakan kembali seperti dulu lagi menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), semua karyawan bisa menjadi pegawai tetap. “Jadi kesejahteraan kaum buruh lebih terjamin,” tutupnya.