Buruh Geruduk Kantor Gubernur Jatim, Jalan Surabaya Macet
Ribuan massa buruh mulai berdatangan di Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim), Jalan Pahlawan, Senin, 19 September 2022, pukul 16.00 WIB. Hal itu berdampak pada penumpukan di sejumlah ruas jalan Surabaya.
Berdasarkan pantauan Ngopibareng.id, ribuan buruh yang datang menggunakan pakaian dengan warna berbeda-beda. Mereka juga terlihat membawa bendera dari masing-masing kelompok.
“Tuntutan kami, menolak kenaikan harga BBM. Tolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja. Naikkan UMK 2023,” tulis salah satu banner.
Di sisi lain, tampak ada sekitar belasan truk komando berhenti di depan Kantor Gubernur Jatim. Tak hanya itu, ratusan sepeda motor, dan puluhan mobil serta bis juga terlihat terparkir di sekitar titik aksi.
“Massa aksi merapat ke mobil komando, yang ada di sebelah utara Kantor Gubernur segera merapat, kita akan melakukan orasi,” kata salah satu orator.
Aksi demo buruh tersebut membuat sejumlah ruas jalan mengalami penumpukan kendaraan. Hal itu lantaran massa sempat melakukan longmarch sebelum menuju ke Kantor Gubernur Jatim.
Berdasarkan pantauan, kemacetan itu dimulai dari Jalan Ahmad Yani, Jalan Wonokromo, Jalan Raya Darmo Jalan Urip Sumoharjo Jalan Basuki Rahmat, Jalan Embong Malang, Jalan Blauran, Jalan Bubutan, Jalan Kebon Rojo, dan Jalan Pahlawan.
Untuk mengurai kemacetan itu, petugas kepolisian sempat melakukan pengalihan arus lalu lintas. Hal tersebut seperti terjadi di Jalan Darmo dialihkan ke Jalan Diponegoro, serta Jalan Pahlawan diarahkan ke Jalan Johar.
Sementara itu, koordinator massa, Jazuli mengatakan, aksi tersebut diikuti sekitar 20 ribu buruh. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jatim, seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Mojokerto, Jombang, Pasuruan, Malang Raya, Tuban, Probolinggo, Jember, Lumajang, sampai Banyuwangi.
“Buruh memberikan rapor merah kepada Gubernur Jatim. Pasalnya berkali-kali buruh menyampaikan aspirasi tidak sekalipun Gubernur berkenan menemui perwakilan buruh untuk audiensi,” kata Jazuli.
Jazuli mengatakan, massa buruh masih menuntut agar pemerintah menurunkan harga BBM subsidi. Padahal, kenaikan tersebut bakal menurunkan daya beli masyarakat hingga 50 persen.
“Penyebab turunnya daya beli dikarenakan peningkatan angka inflasi menjadi 6,5 persen hingga persen. Sehingga harga-harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan,” jelasnya.