Bupati Vs Ketua DPRD Solok Kasus Pencemaran Nama Baik
Bupati Solok, Sumatera Barat (Sumbar), Epyardi Asda mendapatkan panggilan pemeriksaan dari penyidik Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumbar. Pemanggilan tersebut terkait perseteruannya dengan Ketua DPRD Solok, Dodi Hendra yang melaporkan kasus pencemaran nama baik.
Kasus tersebut berawal dari pengaduan Dodi Hendra pada 15 Juli 2021 lalu tentang dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Dodi Hendra tidak terima Bupati Solok Epyardi Asda menyebarkan sebuah video ke grup WhatsApp yang diduga berisi unsur penghinaan atau pencemaran nama baik.
Polda Sumbar sudah memeriksa sejumlah saksi di antaranya adalah admin grup WA tersebut. Kuasa hukum Epyardi Asda, Suharizal, mengatakan sangat menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
"Kita hormati proses hukum yang berjalan. Kita juga memberi apresiasi terhadap langkah yang diambil Polda untuk memediasi," kata Suharizal.
Menurutnya, apa yang dilakukan penyidik merupakan proses restorative justice atau keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara oleh anggota Polri. Perihal restorative justice ini sering disampaikan Kapolri Listyo Sigit untuk personelnya dalam dalam upaya penanganan perkara UU ITE Nomor 19 Tahun 2016.
"Undangan mediasi. Pelapor-terlapor diundang. Bagian dari restorative justice. Kami sangat apresiasi langkah bijak dari pihak Polda ini. Mudah-mudahan saja masalahnya selesai setelah mediasi," jelas Suharizal.
Dodi Hendra Tolak Mediasi
Berbanding terbaik dengan harapan Epyardi Asda, Dodi Hendra memilih menutup pintu damai dengan Epyardi. “Pintu damai sudah tertutup. Kita bertemu di pengadilan saja,” kata Dodi Hendra.
Polda Sumbar diketahui telah menjadwalkan agenda pemeriksaan Epyardi Asda dalam minggu. Dodi Hendra mengaku juga sudah menerima surat pemanggilan. “Saya sangat menghargai apa yang dilakukan aparat hukum Polda Sumbar. Saya juga sudah menerima surat untuk datang ke polda. InsyaAllah saya siap datang,” ucapnya.
Dodi Hendra merasa apa yang dilakukan Epyardi Asda kepadanya sudah melewati batas. Dia mengaku sudah sering dizalimi oleh Bupati. “Rasanya, kami sudah sangat terluka, sudah terlalu dalam, dan kezaliman kepada saya yang dilakukan bupati sudah banyak. Jadi kita serahkan saja kepada aparat penegak hukum,” sebut Dodi Hendra.
“Ini memang masalah pribadi Dodi Hendra yang diserang, namun imbasnya sudah sangat luas, baik terhadap partai, lembaga DPRD, dan terutama sekali imbasnya kepada keluarga dan masyarakat luas, baik yang melekat dan konstituen. Jadi, kita biarkan saja proses hukumnya berjalan tanpa ada intervensi kepada aparat,” sambung dia.
BK DPRD Solok Pecat Dodi Hendra
Di sisi lain, Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat mengeluarkan rekomendasi pencopotan jabatan Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok periode 2019-2024. Rekomendasi itu keluar setelah BK DPRD Solok menindaklanjuti mosi tidak percaya dari 22 orang anggota DPRD Solok terhadap Dodi Hendra saat Rapat DPRD Solok pada 20 Agustus 2021. Lucki Effendi dari Partai Demokrat ditunjuk sebagai pelaksana tugas Ketua DPRD Solok sampai adanya Ketua DPRD definitif.
Pencopotan Dodi Hendra diduga berkaitan dengan kericuhan Sidang Paripurna yang digelar DPRD Kabupaten Solok, pada 8 Agustus 2021. Sidang beragenda penyampaian laporan hasil pembahasan Ranperda RPJMD 2021-2026 itu dibuka langsung oleh Dodi Hendra yang duduk bersebelahan dengan Epyardi Asda.
Hujan interupsi tak henti-hentinya mewarnai jalannya persidangan. Salah seorang anggota dewan meminta agar rapat paripurna tidak dipimpin oleh Dodi Hendra. Kondisi semakin tak terkendali saat seorang anggota dewan melempar asbak rokok. Sejumlah anggota dewan itu juga membalikkan meja hingga saling mengejar layaknya perkelahian. Bahkan, ada di antaranya mereka yang menaiki meja untuk mendinginkan suasana.