Bupati Unjuk Gaji, Malu dengan Kades Berprestasi
Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono, beberapa waktu lalu, ramai jadi perbincangan. Mulanya, akun Instagram @kabupatenbanjarnegara mengunggah foto slip gaji Pak Budhi.
Gajinya sebagai bupati Rp6.114.100. Sebenarnya, besaran gaji pejabat itu sudah rahasia publik. Semuanya mengacu PP No. 75 Tahun 2000.
Gaji menteri Rp18.648.000. Untuk gubernur, standarnya Rp8.4 juta. Harap diingat, masih ada tambahan. Yakni tunjangan lainnya.
Sesuai PP No. 109 Tahun 2000, besarnya tunjangan itu berdasarkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bupati Banjarnegara mendapat Rp31 juta setiap bulan. Nah, kalau PAD-nya besar, otomatis tunjangannya juga besar.
Misalnya Gubernur Anies Baswedan, tunjangannya jelas gede. PAD DKI pada 2019, menembus Rp 51 triliun. Artinya, mantan Menteri Pendidikan ini, berhak atas tunjangan Rp3,15 miliar setiap bulan.
Jadi, kalau mau tunjangan gede, seharusnya kepala daerah bekerja keras. Kreatif dalam mendongkrak PAD. Bisa juga bermitra digitalisasi.
Misalnya, pembayaran PBB lewat tokopedia, jadi kolektabilitas meningkat. Atau minta dibuatkan desa digital untuk pengembangan desa. Jadi jangan hanya mengeluh saja.
Tapi, kenyataannya banyak yang hanya mengeluh. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengaku sudah menyerap aspirasi para kepala daerah di Jateng. Untuk urusan naik gaji tentu saja.
Mereka menyodorkan angka Rp100 juta perbulan. “Itu masuk akal. Sudah saya komunikasikan dengan Presiden, Kemenkeu dan Kemendagri,” tegasnya.
Konon, mereka beralasan, kecilnya gaji ini, membuat mereka tergiur berkorupsi. Sejak 2004 hingga 2019, KPK sudah menjerat 124 kepala daerah yang korupsi. Walaupun, sebenarnya, hal itu tergantung prinsip diri.
Sudah tahu gajinya kecil, kok mati-matian jadi kepala daerah. Pakai money politik segala. Akhirnya yang dipikirkan, harus segera balik modal.
Padahal, yang harus dilakukan mengerakkan ekonomi. Sebanyak-banyaknya. Melakukan beragam cara agar investor mau datang.
Permudah perizinan. Dibantu, agar mereka segera bekerja. Agar PAD nya naik drastis. Imbasnya, tunjangannya juga naik.
Tapi jamak terjadi, malah sebaliknya. Malakin investor agar izin keluar. Hasilnya, banyak yang kena OTT KPK karena minta jatah preman.
Kadang, ada yang lebih sederhana. Minta bagian saat ngasih promosi jabatan. Hasilnya? Idem dito, banyak juga yang kena OTT KPK karena modus ini.
Bagaimana agar PAD tinggi? Ya para kepala daerah harus mau belajar kepada mereka yang sudah sukses. Resepnya sederhana: amati, tiru, modifikasi.
Sekarang banyak daerah yang pintar mengelola potensi. Yang sederhana, banyak desa yang sukses mengelola dana desa untuk BUMDes. Bikin tempat wisata yang bisa menarik pendapatan asli.
Sebenarnya, tak perlu malu belajar dari para kepala desa itu. Karena mereka terbukti berhasil dan sukses. Misalnya mainlah ke Klaten, Jawa Tengah.
Di Desa Pluneng, Kecamatan Kebonarum, ada BUMDes Tirta Sejahtera. Pada 2018, omzetnya mencapai Rp 1,15 miliar. Atau ke Desa Ponggok, BUMDes Tirta Mandiri, mencatat pemasukan Rp 14 miliar pada 2017 ini.
Kalau mau sekalian pakansi, mainlah ke Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul. Bisa diskusi dengan Wahyudi Anggoro Hadi, kadesnya. Selama tahun 2019, BUMDesnya mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 53 miliar.
Jurus Pak Wahyu sederhana. Dia melibatkan masyarakat atas rencananya. Bahkan mereka yang terhitung marjinal. Yakni penyandang disabilitas, pemuda putus sekolah, lansia, dan perempuan kepala rumah tangga.
Mereka dilibatkan penuh dalam lima unit usaha. Antara lain, jasa pengelolaan sampah dan jasa pengelolaan barang bekas. Lantas ada juta unit usaha pengelolaan minyak jelantah, swalayan desa, hingga Kampung Mataraman.
Kunci kesuksesan lain adalah transpransi. Sehingga warga bisa turut mengelola dan langsung terlibat. Mereka dapat memantau perkembangan BUMDes melalui aplikasi.
Para kades itu, tidak mengeluh gajinya kecil. Tapi mereka bekerja keras dengan kondisi yang ada. Mengerakkan warganya untuk bekerja keras.
Mereka terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan jaman. Mengeluarkan segala daya. Agar cita-cinta kesejahteraan rakyat menjadi nyata.
Lalu, terkait usulan permintaan kenaikan gaji para kepala daerah itu? Menurut saya, jangan dituruti. Seharusnya mereka malu dengan para kades yang berprestasi itu.
Ajar Edi, kolomnis “Ujar Ajar” di ngopibareng.id