Bupati: Padepokan Dimas Kanjeng Segera Dibubarkan
Sudah dua tahun lebih sejak ditangkap Polda Jatim, 2016 silam, Dimas Kanjeng Taat Pribadi tidak lagi “berkuasa” di padepokannya di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo. Terkait keberadaan padepokan tersebut, Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari mengatakan, segera diproses untuk ditutup.
Bupati mengatakan, sudah dibentuk tim yang anggotanya dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk memroses pembubaran Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Bupati juga sudah menginstruksikan kepada organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk menanyakan surat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
“Seperti diketahui, pemohon pembubaran padepokan adalah MUI Jatim kepada Kejati Jatim,” ujar Bupati Tantri kepada wartawan, Kamis, 17 Januari 2019. Tim (Forkopimda) dan OPD di Pemkab Probolinggo menunggu rekomendasi Kejati Jatim terkait keberadaan padepokan.
Sebelumnya MUI Jatim atas masukan dari MUI Kabupaten Probolinggo mendesak agar Padepokan Dimas Kanjeng ditutup untuk selamanya. Keberadaan padepokan itu dinilai meresahkan warga sekitar karena masih didiami ratusan pengikut (santri) Dimas Kanjeng.
Bupati berharap, pembubaran padepokan itu bisa sesegera mungkin. Hanya saja banyak proses yang harus dilalui sebelum pembubaran dilakukan.
“Kami ingin menempuh semua proses sehingga kelak tidak ada celah hukum seperti, tuntutan dan lain sebagainya. Yang pasti, kami bersama Forkopimda siap melaksanakan,” ujarnya.
Sebelumnya hal senada diungkapkan anggota Komisi VIII DPR RI, Hasan Aminuddin. Suami Tantri itu menambahkan, banyaknya pengikut yang berkunjung dan tinggal di padepokan menjadi salah satu kendala proses pembubaran berjalan lamban. Sisi lain, MUI tidak menghendaki ada aktivitas apapun di padepokan.
Sekretaris MUI Kabupaten Probolinggo, HM. Yasin menilai, keberadaan padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dinilai menimbulkan keresahan bagi masyarakat di sekitarnya. Soalnya, masih ada sekitar 300 pengikut padepokan yang bertahan (menetap) di komplek padepokan, belum lagi yang tinggal di sekitar padepokan.
"Karena itu MUI kembali mendesak, agar padepokan itu ditutup untuk selamanya," ujarnya.
Dikatakan sebenarnya desakan penutupan padepokan sudah disuarakan MUI setempat pasca rapat koordinasi (rakor) dengan sejumlah ormas Islam dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Mapolres Probolingo, 27 Agustus 2018 lalu.
Dalam rakor yang diikuti pengurus MUI, NU, Pemuda Ansor, Muhammadiyah, Al Irsyad, dan FKUB itu ada kesepakatan untuk menutup padepokan.
Karena pengikut padepokan berasal dari berbagai daerah di Jatim, juga dari luar provinsi, Yasin mengatakan, agar MUI Jatim dan Polda Jatim terlibat dalam penutupan padepokan.
"Jika keberadaan padepokan dibiarkan bisa memicu masalah sosial karena ada sekitar 300 pengikut padepokan yang tinggal di gubuk-gubuk darurat di padepokan," ujar Yasin.
"Kami sudah bersabar sekitar dua tahun, sering menerima keluhan dari warga. Solusinya padepokan harus segera ditutup," ujarnya.
Sebelumnya, terkait keberadaan padepokan, Dodik Setyo Purwono (48), yang mengaku sebagai koordinator petugas keamanan padepokan mengatakan, keberadaan padepokan tidak ada masalah.
Pria asal Madiun itu mengaku, aktivitas padepokan tetap berjalan seperti biasa. "Soal ada person atau oknum yang terjerat kasus hukum, tidak mempengaruhi aktivitas padepokan," ujarnya.
Padepokan tetap menggelar aktivitas rutin seperti shalat lima waktu, istighosah, bersih-bersih lingkungan padepokan. Disinggung soal adanya keresahan masyarakat sekitar, Dodik mempersilakan MUI datang sendiri ke padepokan.
"Tidak ada yang resah, silakan bapak-bapak MUI datang ke sini, kami siap menerimanya dengan tangan terbuka. Tunjukkan, mana warga yang resah?" ujarnya. (isa)