Bupati Nganjuk Nonaktif Sebut Uang Sitaan Hasil Usaha Sendiri
Bupati Nganjuk nonaktif, Novi Rahman Hidayat mengaku, uang yang disita senilai Rp647 juta dalam brangkas yang disita oleh petugas merupakan uang simpanan hasil usaha pribadi yang dijalankan. Hal itu disampaikan Novi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Sidoarjo, Senin 6 Desember 2021.
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, Novi menjelaskan, asal muasal uang tersebut merupakan hasil deviden usahanya, yang diambil dari bagian keuangan perusahaan. Namun, ia menyebut, uang yang ada sebenarnya berjumlah Rp1 miliar.
"Sumber uangnya dari deviden usaha SPBU yang mulia. Jadi uangnya saya taruh di brankas. Setiap tahun kan ada deviden," tegas Novi.
Ia menambahkan, dari uang Rp1 miliar itu, sebagian telah digunakannya untuk kebutuhan lebaran. Ia pun menjelaskan, uang itu dibelanjakan untuk membeli parsel, beras zakat, baju, maupun tunjangan hari raya untuk para pegawai pribadinya.
"Awalnya saya gunakan Rp210 juta, lalu ada pengeluaran lagi sebesar Rp143 juta. Sisanya ya itu yang ada di dalam brankas," ujarnya.
Ia menjelaskan, meski uang dalam brankas itu bersifat uang pribadi akan tetapi brankas itu diakuinya ada di dalam rumah dinas bupati. Hal itu, baginya tidak ada persoalan mengingat sebelumnya di rumah dinas memang tidak ada brankas.
Dalam sidang itu, Novi juga menegaskan, uang Rp1 miliar tersebut juga dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Termasuk semua hasil dari usahanya.
Disinggung soal usaha apa saja yang dimilikinya, ia pun menyebut memiliki usaha koperasi simpan pinjam, belasan SPBU, serta sejumlah kebun sawit.
"Saya tidak hafal jumlahnya. Tapi yang jelas ada koperasi simpan pinjam, SPBU dan kebun sawit. Rata-rata Rp5 miliar sampai Rp6 miliar deviden setiap tahunnya," aku Novi.
Terkait dengan kasus ini, ia pun memastikan tak pernah menerima maupun meminta upeti atau suap dalam jual beli jabatan. Sehingga, ia pun menolak semua tuduhan seperti dalam dakwaan jaksa.
"Saya hanya ingin menegaskan, jika saya tidak pernah menerima upeti maupun terlibat dalam jual beli jabatan," pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Ade Dharma Maryanto menyatakan, keterangan terdakwa ini hanya ingin menegaskan, bahwa uang Rp647 juta yang disita petugas dalam brankas itu adalah uang pribadi yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kedudukan maupun jabatannya sebagai bupati.
"Jadi uang yang disita itu bukan uang jual beli jabatan. Akan tetapi uang itu adalah hasil laba dari usaha SPBU dia. Dan itu pun sudah ada dalam LHKPN-nya. Jadi, semakin jelas saja jika dalam permasalahan ini nama bupati dicatut saja oleh Izza (ajudan bupati). Dia memanfaatkan pekerjaannya sebagai ajudan untuk meminta uang," ungkapnya.