Bupati Hulu Sungai Utara, 61 Tahun Dijebloskan Penjara KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka kasus pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, periode 2021-2022.
Abdul Wahid disebut menerima suap dengan total Rp 18,9 miliar. Perkara ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) dengan tiga tersangka. Mereka yakni Plt Kadis Pekerjaan Umum (PU) HSU Maliki (MK), Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH) dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FRH).
"Tersangka AW selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk dua periode (2012-2017 dan 2017-2022) pada awal tahun 2019, menunjuk MK sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU. Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh MK untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka AW," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Kamis 18 November 2021.
Abdul Wahid disebut menerima commitment fee dari Hanamas Marhaini dan Fachriadi sebanyak Rp500 juta. Commitment fee ini diterima melalui Maliki.
"Adapun pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh Tersangka AW melalui MK, yaitu dari MRH dan FH dengan jumlah sekitar Rp 500 juta," kata Firli.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Beberapa commitment fee tersebut adalah, penerimaan pada 2019 sejumlah sekitar Rp 4,6 miliar, pada 2020 sejumlah sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sejumlah sekitar Rp 1,8 miliar.
Firli Bahuri mengatakan, selama proses penyidikan, pihaknya telah mengamankan sejumlah uang. Uang ini diamankan dalam bentuk tunai dengan mata uang rupiah dan mata uang asing.
"Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," tuturnya.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Abdul Wahid akan dipenjara selama 20 hari. Pria 61 tahun ini akan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari. Sebelumnya, KPK melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM melakukan pencegahan keluar negeri terhadap Abdul Wahid.
Pelarangan tersebut terhitung mulai 7 Oktober 2021 hingga selama 6 bulan ke depan. Politisi Partai Golkar ini pun diminta kooperatif terkait perkara tersebut. Namun, tak sampai 6 bulan, pria kelahiran 27 Februari 1960 ini sudah dijebloskan ke penjara.