Bupati Cantik Divonis 4,5 Tahun Penjara, Hak Politiknya Dicabut
Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip yang dikenal sebagai Bupati Cantik, divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia dinilai terbukti menerima berbagai hadiah, termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp491 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
"Menyatakan terdakwa Sri Wahyumi Maria Manalip telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda sejumlah Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Sri Wahyuni Maria Manalip divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Putusan tersebut berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain kurungan penjara, majelis hakim juga memutuskan mencabut hak politik Sri Wahyumi.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak terdakwa untuk menduduki dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata hakim.
Hakim juga memerintahkan JPU KPK untuk membuka sejumlah rekening Sri Wahyuni yang sebelumnya diblokir dalam proses penyidikan.
Dalam perkara ini, Sri Wahyuni terbukti menerima barang-barang dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo agar memenangkan Bernard dalam lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung senilai Rp2,965 miliar dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo seniai Rp2,818 miliar TA 2019.
Rincian barang yang diterima Sri Wahyumi adalah satu unit telepon selular (ponsel) satelit merek Thuraya beserta pulsa senilai Rp28 juta, tas tangan merek Channel senilai Rp97,36 juta, tas tangan merek Balenciaga senilai Rp32,995 juta, jam tangan merek Rolex senilai Rp224,5 juta, cincin merek Adelle senilai Rp76,925 juta dan anting merek Adelle senilai Rp32,075 juta sehingga totalnya mencapai sekitar Rp491 juta.
Bernard juga memberikan uang Rp100 juta yang diketahui oleh Sri Wahyumi, namun uang itu diambil oleh ketua panitia pengadaan Ariston Sasoeng sebesar Rp70 juta dan sisanya sejumlah Rp30 juta disimpan oleh Benhur.
Uang Rp100 juta itu adalah uang panjar terkait pekerjaan revitalisasi Pasar Beo (senilai Rp2,818 miliar) dan Pasar Lirung (senilai Rp2,965 miliar).
Penyerahan uang dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 26 April 2019 di kantor BNI Manado Town Square sebesar Rp50 juta dan pada 27 April 2019 di rumah Stans Reineke Mamesah sejumlah Rp50 juta.
Setelah mendapat laporan penerimaan uang, Sri Wahyumi lalu memerintahkan Ariston agar paket lelang revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo dimenangkan perusahaan yang dipergunakan Bernard, yaitu CV Minawerot Esa dan CV Militia Christi.
Sri Wahyumi selanjutnya meminta Bernard untuk membelikan satu jam tangan merek Rolex. Untuk itu Bernard, Benhur dan Beril Kalalo lalu memesan satu jam tangan Rolex senilai Rp224,5 juta di Plaza Indonesia Jakarta diambil keesokan harinya.
Keesokan harinya, 29 April 2019, Bernard, Benhur dan Beril juga membeli cincin merek Adelle senilai Rp76,925 juta dan anting merek Adelle senilai Rp32,075 juta di Plaza Indonesia sesuai permintaan Sri Wahyuni.
Setelah membeli barang-barang tersebut, Benhur melapor ke Sri Wahyuni dan akan berangkat ke Kabupaten Kepulauan Talaud untuk menyerahkan barang-barang tersebut dan Sri pun akan menunggunya, namun beberapa saat kemudian petugas KPK menangkap Bernard dan Benhur di Hotel Mercure, Jakarta.
Terkait perkara ini, Benhur divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan pengusaha Bernard Hanafi Kalalo sudah divonis 1 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.(an/ar)