Buntut Konflik Rohingya, Inggris Hentikan Kerja Sama Militer dengan Myanmar
London: Inggris nampaknya mulai menanggapi secara tegas, konflik pelik yang menimpa etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Baru-baru ini, Inggris menyatakan akan menunda latihan militer bersama dengan Myanmar. Kepastian itu disampaikan oleh Perdana Menteri Inggris, Theresa May, seperti dirilis The Guardian, Rabu 20 September 2017.
“Kami sangat khawatir dengan insiden yang menimpa warga Rohingya di Burma (Myanmar). Operasi militer represif terhadap Rohingya harus segera dihentikan,” ujar May saat berbicara di atas podium dalam Pertemuan Majelis Umum PBB, New York, Amerika Serikat (AS).
May mendesak agar Pemerintah Myanmar, dalam kasus ini adalah Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, segera menunjukkan sikap tegas. Pasalnya, operasi militer yang dikabarkan masih berlangsung di Rakhine kiat akan kian memojokkan etnis minoritas Rohingya.
“Kita telah melihat sejumlah warga yang tak berdaya melarikan diri demi menyelamatkan nyawanya. Aung San Suu Kyi dan Pemerintah Myanmar harus segera menghentikan aksi militer,” ujarnya.
“Karena itu, Pemerintah Inggris mengumumkan penghentian hubungan militer dan juga latihan bersama militer Myanmar oleh Departemen Pertahanan Inggris sampai persoalan di Rakhine tuntas,” sambung May.
May juga mengaku, keputusan itu telah ia buat seusai berkomunikasi dan berdiskusi dengan sejumlah pejabat negara lain.
“Saya membicarakan hal ini di Kanada bersama Perdana Menteri Justin Trudeau. Pemerintah Inggris harus menunjukkan sikap kami. Karena itu kami akan menghentikan latihan militer bersama Myanmar,” pungkasnya.
Seperti dikabarkan sebelumnya, Aung San Suu Kyi telah angkat suara terkait aksi persekusi yang menimpa masyarakat Rohingya. Dalam sebuah pidato selama 30 menit, ia mengutuk segala kekerasan yang terjadi di Myanmar.
“Kami mengutuk keras semua pelanggaran hak-hak asasi manusia dan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Kami berkomitmen untuk mengembalikan keamanan, kedamaian, dan stabilitas, serta hukum di seluruh negara ini,” ujar Suu Kyi, seperti dikutip dari Reuters, Selasa, 19 September 2017. (kuy)