Buntut Ibu Melahirkan di Jalan, Dinkes Jember Digeruduk Kades
Sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Jember mendatangi kantor Dinas Kesehatan Jember, Kamis, 21 Desember 2023. Kedatangan mereka untuk merespons seorang ibu berinisial H, warga Desa Jambesari, Kecamatan Sumberbaru yang melahirkan di jalan.
Ketua Apdesi Jember Kamiludin mengatakan, insiden ibu melahirkan di tengah jalan merupakan peristiwa kemanusiaan yang tidak dapat dibiarkan. Peristiwa memilukan itu tidak akan terjadi jika Dinas Kesehatan Jember memperbaiki tingkat pelayanan kepada masyarakat.
Kamiludin menilai, ibu H melahirkan dalam perjalanan menuju Puskesmas karena pelayanan Mobil Ambulans Desa terlalu birokratis. Banyak keluhan warga miskin yang tidak bisa memanfaatkan Mobil Ambulans Desa tersebut karena terlalu banyak administrasi.
Bisa saja karena sulitnya pengurusan Mobil Ambulans Desa, suami H memilih mengantarkan istrinya yang akan melahirkan menggunakan kendaraan motor. "Kejadian ibu melahirkan di jalan di Sumbersari adalah masalah kemanusiaan gawat darurat yang tidak boleh dibiarkan. Ini pasti ada yang salah," katanya.
Karena itu, Apdesi menuntut Dinas Kesehatan mempermudah proses penggunaan Ambulans Desa. Kamiludin yakin jika masyarakat dapat dengan mudah mengakses layanan Ambulan Desa, maka tidak akan ada lagi kejadian yang dialami ibu H.
Selain itu, Apdesi Jember menuntut Dinas Kesehatan Jember melakukan reaktivasi Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Pondok Bersalin Desa (Polindes). Dinas Kesehatan Jember minimal harus menugaskan dua bidan yang melayani masyarakat di Pustu maupun Polindes.
Reaktivasi Pustu dan Polindes nantinya setiap ibu hamil di tingkat desa dapat dipantau waktu persalinannya. Dengan demikian, Ambulans dan petugas bisa disiapkan lebih awal. "Coba Pustu dan polindes aktif, saya yakin Ibu H tidak harus melahirkan di tengah jalan. Dia harus pergi ke Puskesmas yang jaraknya cukup jauh," pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Jember Hendro Soelistijono mengatakan, semangat pendirian Pustu untuk memberikan pelayanan hingga ke tingkat desa. Karena saat itu belum semua desa terdapat warga yang berprofesi sebagai bidan. Tiap satu Pustu akan membawahi tiga sampai empat desa.
Namun, kondisi SDM saat ini sudah mengalami perkembangan. Sehingga hampir seluruh desa di Jember terdapat satu atau dua warga yang berprofesi sebagai bidan.
Dengan adanya SDM yang memadai tersebut, kunjungan ke Pustu menjadi rendah. Kendati demikian, Pustu tidak serta tidak aktif, namun perawat dan bidan yang ada di Pustu langsung memberikan pelayanan sampai ke desa-desa, mendekatkan diri kepada masyarakat.
Hendro memastikan, tidak semua Pustu yang ada di Jember tidak aktif. Hanya Pustu dengan kunjungan paling rendah yang tidak aktif karena alasan pembiayaan.
Sementara terkait pelayanan Ambulans Desa, Hendro menegaskan memang diprioritaskan bagi warga kurang mampu. Namun, jika kondisi pasien sudah gawat darurat, maka tidak ada perbedaan.
Sejauh ini, logika yang terbangun bahwa pasien yang meminta rujuk ke rumah sakit swasta dikategorikan warga mampu. Karena itulah yang membuat sopir ambulans sedikit lama memberikan pelayanan.
"Semua masukan kita terbuka, karena saran itu juga baik. Intinya kami akan terus berbenah, termasuk menginvestigasi pelayanan yang ada di puskesmas-puskesmas," pungkasnya.