BumDes Mojokerto Kelola Bisnis Daur Ulang Ban Bekas Jadi Aneka Kerajinan
Desa Gayaman, Kecamatan Mojoanyar, Mojokerto, patut diacungi jempol atas keberhasilannya dalam mengelola Badan Usaha Milik Desa (BumDes).
Dana desa dimanfaatkan untuk bisnis daur ulang ban bekas, yang diolah menjadi berbagai kerajinan bernilai ekonomi. Usaha ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes), tetapi juga menciptakan peluang kerja bagi masyarakat setempat.
Ketua BumDes Gayaman Mandiri, Jainuri menjelaskan, inisiatif bisnis ini dimulai pada 2018 ketika ia menciptakan produk pot dari limbah ban bekas. Melihat potensi nilai ekonominya, Jainuri memutuskan untuk menekuni usaha ini bersama beberapa rekan.
Pemerintah Desa Gayaman kemudian menjalin kemitraan dengan BumDes Gayaman Mandiri, yang didirikan pada tahun 2019. Jainuri, yang berusia 45 tahun, juga diamanahi sebagai Ketua BumDes.
“Sejak terbentuk pada tahun 2019, kami merasa perlu bermitra dengan BumDes. Kami membutuhkan partner pemasaran dan permodalan untuk pengembangan usaha,” ujar Jainuri, Sabtu 9 November 2024.
Jainuri mengajukan penyertaan modal sebesar Rp35 juta kepada Pemdes Gayaman. Dengan dana tersebut, ia bersama pengurus BumDes Gayaman Mandiri mengembangkan usaha pembuatan kerajinan dari limbah ban bekas.
Berbagai produk dihasilkan dari ban bekas, seperti perabot rumah tangga, meja, kursi, sandal, vas bunga, tempat payung, tempat sampah, pot bunga, lampu hias, asbak, piala, ayunan, dan gapura.
“Ukuran terkecil produk kami 12 x 10 sentimeter, sedangkan yang terbesar bisa mencapai 1 meter, seperti gapura di gang Masjid Gayaman,” jelasnya.
Jainuri tidak kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, karena terdapat 4 pengepul yang rutin mengirimkan ban bekas. 3 di antaranya merupakan warga Desa Gayaman. Sekali pengiriman, mereka bisa membawa hingga 50 ban.
“Setiap ban kami beli seharga Rp 2.000. Terkadang, dalam waktu kurang dari satu minggu, mereka sudah mengirim hingga 50 ban. Jika kami kehabisan, tinggal meminta kiriman. Ini juga membantu perekonomian warga,” tambahnya.
Ban yang digunakan bervariasi, dan yang paling sering adalah ban sepeda motor Yamaha Nmax, karena ketebalan dan teksturnya yang ideal.
Saat ini, Jainuri dibantu enam pekerja yang secara manual mengolah ban menggunakan pisau atau silet. Potongan ban diolah menjadi kerajinan yang dinamakan bandol, singkatan dari ban bodol alias ban rusak yang tidak terpakai.
Harga produk kerajinan bervariasi, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp2 juta. Produk-produk BumDes Gayaman dipasarkan baik secara offline maupun online, dengan bantuan 3-4 orang di luar pekerja. Tempat sampah dan vas bunga merupakan produk yang paling diminati.
“Pesanan tempat sampah datang dari Pasuruan, Sidoarjo, dan Malang, biasanya untuk lomba kebersihan perkampungan,” terang Jainuri.
Saat ini, produk mereka telah dipasarkan di berbagai desa dan wilayah Jawa Timur. Menariknya, produk bak air hasil karya Jainuri pernah menembus pasar ekspor, meski terhenti akibat pandemi COVID-19 pada 2019.
“Kami pernah dua kali mengekspor bak air ke Swedia sebelum pandemi, masing-masing 800 dan 1.300 unit,” ungkapnya.
Dari bisnis ini, BumDes Gayaman mampu menyetor antara Rp 7-10 juta per tahun. Pendapatan tersebut belum termasuk orderan besar, seperti pengadaan lebih dari 1.000 tempat sampah untuk rumah warga, di mana 10 persen dari pembayaran masuk ke kas BumDes.
“Kami juga menitipkan produk ke BumDes lain dan toko. Kami berani menyuplai kebutuhan desa lain, yang sudah pernah kami lakukan,” tuturnya.
Jainuri menambahkan bahwa dana yang masuk ke BumDes digunakan untuk berbagai program dan kegiatan, termasuk pelatihan desain produk dan konten kreator.
“Target utama kami adalah pemuda, karena kami bermimpi untuk memiliki galeri produk. Nanti, pemuda desa yang akan mengoperasikannya,” pungkasnya.