Bully Zaman Mbah Bisri, Ini Kisah Gus Ulil
Oleh: Kiai Ulil Abshar Abdalla
Ini kisah tentang "gasak-gasakan" (atau bahasa sekarang "bully") antarkiai di zaman Mbah Bisri Mustofa (KH Bisri Mustofa, penulis Tafsir Al-Ibriz, red), ayahanda Gus Mus. Kisah ini dikisahkan oleh Gus Mus (Ahad, 6 Mei 2018, red) saat kami sarapan di hotel di Gimpo, sebuah kota kecil di luar Seoul, Korea Selatan.
Zaman dulu, di kota Rembang masih ada penjual daging babi yang membawa pikulan dan berkeliling dari kampung ke kampung. Suatu saat, penjual ini lewat di depan rumah Pak Hamyah, seorang dukun sunat dan sekaligus teman akrab Mbah Bisri. Pak Hamyah langsung memanggil penjual daging babi itu.
"Lek! Coba kamu ke rumah Mbah Bisri di Leteh sana. Dia kemarin sepertinya pingin daging babi. "
Penjual itu langsung pergi ke rumah Mbah Basri. Sampai di sana,
" Mbah Bisri, katanya butuh daging babi. Monggo lho... "
"Siapa yang bilang?" tanya Mbah Bisri.
"Kata Pak Hamyah tadi."
"Weee, Hamyah gemblung!" kata Mbah Bisri agak jengkel. Dua sahabat ini memang sudah sering saling "gasak-gasakan". Mbah Bisri lalu mencari akal bagaimana membalas "bully"-an sahabat karibnya ini. Dapatlah beliau ide untuk membalas.
Suatu hari, Mbah Bisri punya gawe di rumahnya. Beliau mengundang banyak tamu, termasuk sahabatnya, Pak Hamyah. Mbah Bisri sudah pesan sejak awal kepada santri ndalem, agar menyediakan satu cangkir kosong yang tertutup. Cangkir itu, pesan Mbah Bisri, agar disuguhkan ke Pak Hamyah.
Terjadilah skenario yang sudah direncanakan Mbah Bisri. Santri ndalem menyuguhkan kopi ke semua tamu. Tiba giliran cangkir kosong yang sudah disediakan khusus untuk Pak Hamyah. Santri segera meletakkan cangkir tertutup itu di depan sahabat Mbah Bisri. Santri itu kemudian berlalu sambil memendam tawa kecil di dalam hati, "Kiai ya kayak awak dhewe ya. Padha gasak-gasakan juga."
"Monggo kopinipun dipun unjuk, para sedherek (Silakan kopinya diseruput/diminum, saudara!)," kata Mbah Bisri seraya mempersilakan tamu-tamunya untuk meminum kopi.
Dengan tanpa curiga sedikitpun, Pak Hamyah segera mengambil cangkir, membuka tutupnya, dan melihat cangkir itu kosong.
"Asemik, aku diwales Bisri rupanya."
Untuk menutup rasa malu, Pak Hamyah tetap mengangkat cangkir itu dan mendekatkannya ke mulut sambil mengeluarkan suara khas, "Slurrrrrp, haaaaaah...". Pak Hamyah pura-pura menikmati kopi itu dengan penuh perasaan.
"Piye kopine, Hamyah?" tanya Mbah Bisri dengan meledek. Pak Hamyah hanya bisa tersenyum kecut. Mungkin dia sedang memikirkan trik bully yang lain untuk Mbah Bisri. (*)