Buku Kedua, Perlima Cerita Tentang Rumah Berdinding Kisah
Kisah dalam sebuah rumah dihadirkan dalam buku kedua Perempuan Penulis Padma (Perlima). Buku berjudul "Rumah Berdinding Kisah" ini resmi diluncurkan Minggu, 3 Juli 2022 bertempat di Ciputra World Surabaya.
Buku ini menceritakan rumah dari sudut pandang 23 perempuan yang tergabung dalam Perlima. Mereka masing-masing menceritakan, rumah yang memiliki kesan saat ditinggali.
Ada yang berkisah tentang rumah masa kecil, rumah yang dibeli dengan kerja keras hingga rumah yang memiliki nuansa horor.
Ketua Perlima, Tjahyani Retno Wilis menceritakan, rumah merupakan tempat yang penting karena di sanalah semua bermula, tempat untuk pulang dan tempat untuk merilis apa dirasakan selama beraktivitas.
"Perlima merasa penting untuk menulis soal rumah, meski secara fisik ada yang rumahnya mungkin sudah tidak terselamatkan. Tapi, kenangan akan selalu terbawa dalam hati dan menjadi memori yang tak terlupakan," kata Wilis ditemui usai peluncuran buku.
Rumah dengan Pagar Tanaman
Dalam buku ini Retno Wilis juga menuliskan kisahnya yang diberi judul "Omah Gedong dan Pagar yang Tumbuh dari Tanah".
"Omah gedong dan pagar dari tanah, maksudnya pagar dari tanaman. Itu dulu rumah masa kecil saya yang pagarnya dari tanaman bukan pagar dari besi seperti yang banyak sekarang," terangnya.
Ia mengisahkan, bagaimana dirinya mempertahankan rumah dengan pagar tanaman tersebut. Bahkan, saat rumah tersebut sudah direnovasi. "Meski pada akhirnya saat ini memang tidak bisa dipertahankan, tapi saya tetap menambahkan unsur tanaman pada pagarnya. Seperti menaruh tanaman rambat pada pagar dan lainnya," ceritanya.
Rumah yang berpagar tanaman ini pun membawa efek sejuk pada keluarganya. Rumah lebih hijau, memberikan banyak oksigen kepada yang tinggal. "Kalau psikologisnya, rumahnya terlihat adem, tentunya ini akan berpengaruh kepada keluarga akan lebih enjoy dan lebih nyaman di rumah," imbuhnya.
Rumah Tusuk Sate
Selain kisah di atas, ada pula kisah rumah tusuk sate yang ditulis oleh Didi Cahya. Kisahnya diberi judul "Memori Rumah Kos Tusuk Sate". Didi biasa ia disapa menceritakan, kisah yang ia tulis ingin mematahkan anggapan atau mitos mengenai rumah tusuk sate. "Rumah tusuk sate itu kan mitosnya gak hokilah, seramlah dan lainnya dan waktu kos saya mengalami itu, tinggal di rumah kos tusuk sate," kata Didi.
Menurutnya, hal tersebut hanyalah mitos sebab ia membuktikan sendiri bahwa dirinya dan kawan-kawannya mengapai sukses masing-masing setelah tinggal di rumah tusuk sate.
"Menurutku itu hanya mitos, orang tidak kenapa-kenapa, yang tinggal di sana berhasil kok, ada tinggal di luar negeri. Ya udah tusuk sate ya tusuk sate aja. Karena tusuk sate ini secara logika bisa dijelaskan," imbuhnya.
Ada banyak kisah yang ia tulis mengenai rumah tusuk sate termasuk saat rumah kosnya yang lima kali kemasukan orang gila dengan cerita uniknya masing-masing. Retno Wilis berharap, buku ini dapat mewarnai literasi yang ada saat ini dan menjadi dokumentasi kisah bagi para penulisnya.
"Harapannya kami bisa mendorong para pembaca bahwa menulis bisa dilakukan siapa saja, tapi menulislah sesuai kaidah yang benar," harap Wilis.