Buku Ajar Sudutkan NU, Kiai Marzuki: Libatkan Akademisi Ponpes
Ketua Tanfidziyah Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, Kiai Mustamar Marzuki turut menanggapi peredaran buku pelajaran untuk siswa SD/MI yang isinya menyebut NU sebagai organisasi radikal.
Menurut Kiai Mustamar dalam menyusun materi pelajaran yang membahas mengenai radikalisme dalam prosesnya harus melibatkan para akademisi yang memiliki latar belakang pondok pesantren.
"Supaya itu (buku pelajaran) betul-betul ilmiah, maka serahkan kepada ahlinya. Nah kiai-kiai pondok atau doktor-doktor yang memang punya latar belakang pondok itu beda banget dengan doktor pada umumnya," terangnya pada Kamis 21 November 2019, ketika menghadiri acara kuliah tamu dari Menteri Agama di UIN Maliki Malang.
Menurut Kiai Mustamar, di dalam Kementrian Agama banyak akademisi yang memiliki latar belakang pondok pesantren. Sehingga ia berharap Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dapat melibatkan akademisi tersebut dalam penyusunan buku pelajaran.
Kiai Mustamar juga mengatakan bahwa para kiai sangat berkomitmen untuk menjaga agama dan negara.
"Kiai-kiai itu menjalankan dua amanah, jaga agama dan jaga negara. Jika negara kacau tidak bisa beragama. Jaga negara sampai makmur aman tapi tidak ada agama, tidak barokah," terangnya.
Maka Kiai Marzuki menyampaikan, bahwa siapapun pejabat yang berpegang kepada dua hal itu, berarti dia satu visi-misi dengan NU.
"Semua kebijakan untuk mengamankan negara akan selalu kami dukung," tuturnya.
Seperti diberitakan oleh Ngopibareng.id sebelumnya, polemik terkait buku pelajaran SD/MI menuai protes karena menyudutkan NU. Lembaga Pendidikan Ma’arif Pengurus Besar Nadlatul Ulama (LP Ma’arif PBNU) pun mendatangi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan (Kemendikbud) di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Rabu 6 Februari 2019.
"Rapat LP Ma'arif NU PBNU dengan jajaran Kemendikbud hari ini berlangsung sekitar dua jam. Kita dengan Kemendikbud membahas protes keras buku ajar yang mencatumkan NU termasuk organisasi radikal," kata Ketua LP Ma’arif PBNU H Arifin Junaidi, seperti dikutip NU Online.
Menurut Arifin, penyebutan NU sebagai organisasi radikal berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Padahal, sambungnya, pelajaran sejarah seharusnya bisa menumbuhsuburkan nasionalisme.
Atas protes tersebut, LP Ma’arif PBNU melayangkan tiga tuntutan kepada Kemendikbud, yang semuanya dipenuhi oleh Kemendikbud. "Alhamdulillah semua (tiga) tuntutan LP Ma'arif NU dipenuhi," katanya.
Advertisement