Bukan Corona, Wabah Kolera Tewaskan 46.600 Babi di Sumut
Babi ternak sebanyak 46.600 di Sumatera Utara (Sumut), mati akibat wabah Hog Cholera atau kolera babi dan African Swine Fever (ASF) sejak September 2019 silam hingga saat ini. Kasus babi ternak mati ini tercatat di 18 kabupaten dan kota yakni Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, Batubara, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Simalungun, Karo, Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba Samosir, dan Dairi.
Kematian massal babi ternak itu sempat meresahkan masyarakat. Hal itu karena para peternak membuang bangkai babi sembarangan ke sungai, danau dan jalan umum. Bau menyengat dari bangkai babi dikeluhkan masyarakat yang tinggal di dekat lokasi bangkai babi yang dibuang. Pihak kepolisian juga telah beberapa kali mengamankan oknum-oknum peternak dan kurir yang membuang bangkai babi sembarangan.
Terkait kematian babi akibat virus tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemprov Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan memberikan penjelasan bahwa virus kolera babi tidak menular ke manusia.
"Sampai sekarang tidak ada bukti virus kolera babi menular ke manusia. Kalau ada dugaan muncul pasti tidak ada bukti," terang Alwi, dikutip dari Antaranews.
Dia menerangkan, virus kolera babi dan ASF hanya menular ke hewan ternak babi saja melalui udara. Sedangkan kekhawatiran masyarakat terhadap babi mati akibat virus itu karena kasus pembuangan bangkai yang sembarangan.
"Masyarakat khawatir bangkai babi dibuang sembarangan karena mencemari lingkungan sekitar," terangnya.
Alwi menambahkan, dampak pencemaran lingkungan akibat bangkai babi bisa mengganggu kesehatan manusia yang terdampak. "Kalau air tercemar (akibat bangkai di buang ke sungai dan danau) tentu bisa mempengaruhi kesehatan yang terdampak. Lalu bau bangkai juga mengganggu. Tapi kalau untuk virus kolera babi tidak menular ke masyarakat," jelas dia.
Sementara itu, rencana pemusnahan babi untuk memutus rantai penyebaran virus kolera di Sumatera Utara menuai penolakan. Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengaku belum memastikan untuk menyelesaikan persoalan ini. Dia tak memungkiri bahwa butuh anggaran yang besar untuk memusnahkan seluruh hewan ternak babi. Hal ini yang membuatnya masih memikirkan biaya ganti rugi kepada peternak atau perusahaan, jika nantinya seluruh babi harus dimusnahkan.
"Pemusnahan babi ini terwabah kolera, kolera ini hanya mewabah kepada babi, ada tempat-tempat spot yang tidak kena wabah di Sumut, ini yang sedang kita pelajari dan disiapkan, itu yang kena kita eleminir," ujar Edy.
Di Indonesia, pemusnahan atau stamping out bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Pemusnahan hanya dilakukan kecuali hewan tersebut terjangkit penyakit zoonosis (berbahaya bagi manusia). Sehingga harus segera diputus penyebaran virusnya.