Bukan Agama, Ketidakadilan Picu Terorisme
Akar terorisme itu sesungguhnya bukan agama, melainkan ideologi teror yang kadang-kadang diperkuat dengan mispersepsi ajaran agama. Sedangkan hal-hal yang bisa menyebabkan pemicu terorisme di antaranya, ketidakadilan, kekecewaan terhadap pemerintah, ketimpangan hukum, perlakuan aparat, maupun sistem demokrasi yang pincang.
Hal itu diungkapkan KH Dr. Ahmad Fahrur Rozi, Wakil Sekjen Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI Bidang Fatwa dalam kajian yang digelar MUI Kota Probolinggo di Masjid An Nur, Kota Probolinggo, Sabtu, 27 November 2021. Kajian juga dihadiri narasumber AKP Harsono, Kasat Humas Polresta Probolinggo, yang mewakili Kapolresta AKBP Wadi Sa’bani.
“Terorisme juga bisa terjadi karena rendahnya kesejahteraan, faktor sosial sekitar, pengaruh medsos seperti informasi hoaks, pemberitaan sepihak,” ujar Dr Fahrur.
Pengasuh Pesantren An Nur 1 Bululawang, Kabupaten Malang itu kemudian menyentil pemberitaan yang sedang hangat. Yakni, penangkapan Dr ZA, anggpta Komisi Fatwa MUI sebagai terduga jaringan terorisme.
“Sebagai Wasekjen MUI Bidang Fatwa tentu saja saya terhenyak kaget. Informasi terbaru, meski belum A-1, Dr ZA tidak terlibat jaringan terorisme,” ujar Gus Fahrur, panggilan akrabnya.
Dikatakan komitmen MUI sudah jelas melalui Fatwa Nomor 3 Tahun 2004 bahwa, terorisme termasuk bom bunuh diri hukumnya haram. “Yang sekarang ramai ini sepertinya bukan terorisme tetapi sampah yang tersisa pasca Pilpres,” ujarnya.
Wakil Ketua PWNU Jatim itu menegaskan, dalam sejarah sangat tidak mungkin MUI secara kelembagaan melawan pemerintah, apalagi menjadi teroris. “Dalam ahlussunah wal jama’ah tidak boleh melawan pemerintah yang sah,” katanya.
Menanggapi nyanyian sumbang yang menyuarakan pembubaran MUI karena ada seorang pengurusnya (Dr ZA) yang menjadi terduga terorisme, dalam diskusi yang diikuti puluhan pengurus ormas Islam di Kota Probolinggo itu, Gus Fahrur balik bertanya.
Kalau ada seorang terlibat terorisme kemudian lembaga seperti MUI dibubarkan, kata Gus Fahrur, maka akan banyak lembaga yang dibubarkan di negeri ini. “Dulu Menhan Pak Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 3 persen tentara terpapar terorisme, mosok kemudian TNI mau dibubarkan?” ujarnya.
Lebih detil, kiai humoris itu mencontohkan, kalau ada kiai, ustadz nakal tidak bisa pesantrennya dibubarkan. “Kalau ada kiai, ustadz nakal ya oknumnya dihukum, jangan pesantrennya dibubarkan,” katanya.
Gus Fahrur menegaskan, akar terorisme bukan agama, agama apa pun, sebab agama mengajak pemeluknya untuk hidup damai. “Sekali lagi terorisme dipicu ketidakadilan,” katanya.
Sementara itu AKP Harsono mengatakan, betapa bahayanya terorisme di negeri ini. “Kata Nasir Abbas, mantan pelaku terorisme, pelaku teror otaknya dicuci. Cukup lima menit sudah terbujuk,” ujarnya.
Bahkan beberapa tahun lalu, sejumlah pelaku terorisme pernah terjaring di Probolinggo. “Saya masih ingat, kasus tersebut ramai saat Kapolresta Pak Alfian,” ujar Harsono.
Sementara itu Ketua Umum MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad mengaku, berusaha menekan munculnya bibit (pemikiran) radikalisme di Probolinggo. “Kalau ada pengurus ormas yang keras, saya lunakkan,” ujarnya. (*)