Budidaya Udang Vaname Sistem Busmetik Semakin Diminati
Dinas Perikanan Kabupaten Pasuruan terus mengajak masyarakat untuk beralih menggunakan teknologi insentif budidaya udang vaname dengan sistem Busmetik (Budidaya udang skala mini empang plastik).
Alfi Khasanah, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pasuruan mengatakan, jumlah petani yang menggunakan sistem busmetik terus meningkat dari awalnya hanya 1 kelompok di Kecamatan Lekok kini menjadi 3 kelompok . Begitu juga di Bangil dan Rejoso, masing-masing ada 2 dan 3 kelompok yang sudah menggunakan sistem tersebut, serta 2 kelompok di Kecamatan Kraton.
“Dulu hanya ada di Kecamatan Lekok saja. Tapi sekarang sudah menyebar di Bangi, Kraton, Rejoso dan Lekok,” kata Alfi, di sela-sela kesibukannya, Rabu 26 Mei 2021.
Dijelaskan Alfi, dengan sistem busmetik, produksi ikan bisa ditingkatkan dua kali lipat dari budidaya udang dengan menggunakan sistem tradisional (tambak). Dicontohkannya, 1 denfarm (petak) berukuran 20X20 meter atau 400 meter persegi bisa menghasilkan 800 kg udang vaname.
Sedangkan apabila menggunakan sistem tradisional, maksimal hanya bisa menghasilkan 100-300 kg saja.
“Membudidayakan udang vaname dengan sistem busmetik lebih untung, sehingga saya menghimbau kepada para petani udang agar segera beralih menggunakan sistem busmetik, meskipun biaya awalnya cukup mahal,” katanya.
Biaya yang dimaksud adalah pembuatan kontruksi, mulai terpal hingga peralatan pendukung lainnya yang bisa mencapai Rp 100 juta. Meski begitu, Alfi memastikan seluruh biaya tersebut akan tertutupi pada siklus panen ketiga atau keempat. Dalam artian, saat panen pertama pada saat udang berumur 90 hari, total keuntungan yang didapatkan sudah bisa mencapai Rp 50 juta lebih, sehingga pada panen kedua, ketiga dan seterusnya, modal tersebut sudah tertutupi.
“BEP (Break even point) atau titik impas nya ada pada siklus keempat. Dengan catatan para petani sudah paham betul dengan teknologi ini, dan itu saya jamin,” imbuhnya.
Lebih lanjut Alfi menambahkan, dengan menggunakan sistem busmetik, udang akan bebas dari penyakit lantaran denfarm sendiri tidak bersentuhan langsung dengan perairan bebas, baik tambak maupun laut, serta bebas dari pencemaran.
“Semua teknologi busmetik harus dikuasai para petani, seperti pensetrilan air, pemupukan dengan pupuk organik (pro biotik), penebaran ikan, hingga proses panen itu sendiri,” akunya.
Sementara itu, keuntungan yang didapatkan melalui system busmetik sudah dirasakan betul oleh H Ilyas (52), salah satu petambak udang vaname di Desa Patuguran, Kecamatan Rejoso. Ia mengaku sudah 4 tahun beralih system budidaya busmetik setelah diajak salah seorang temannya studi banding ke Madura.
Kini, 11 hektar ia gunakan untuk memakai system busmetik dan hasilnya luar biasa. Di mana per petak dengan luas 900 meter persegi, udang vaname yang dipanen setiap 3 bulan sekali bisa mencapai 2-3 ton.
Dengan modal Rp 950 juta total untuk 21 petak, biaya tersebut bisa balik pada siklus ketiga, yakni bisa mencapai Rp 2,3 Milyar dengan total 36 ton yang dihasilkan dari 21 petak.
“Hasil dipotong operasional sisa Rp 1,3 M. Itu bersih 3 bulan 21 petak,” ungkapnya.
Udang miliknya dan beberapa investor yang memberikan kepercayaan kepadanya, dikirim kr pabrik pengolahan udang yang ada di Pasuruan.
“Kita mencarikan supplier, ada tengkulak besar dari Bangil, Sidoarjo dan Gresik. Sudah ada yang membelinya sebelum panen,” tutupnya.