Budidaya Maggot, Jurus Warga Sedangharjo Ubah Sampah Jadi Bermanfaat
Isu lingkungan masih menjadi isu global di tengah ancaman perubahan iklim yang terjadi. Keberadaan sampah yang tinggi menjadi ancaman pencemaran iklim dan berdampak pada kerusakan lahan.
Dari situ, kemudian sejak 2017 lahirlah kelompok Bank Sampah Mandiri Keluarga Harapan (BSM-KH) yang digagas oleh Imam Muhlas bersama sejumlah warga Desa Sedangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro.
Awal digagas, BSM-KH hanya berniat untuk sebagai bank sampah bagi masyarakat sekitar. Di mana, sampah rongsokan yang memiliki nilai ekonomis dapat diuangkan, sedangkan sampah lain ditampung oleh kelompok tersebut.
Berjalannya waktu, BSM-KH kemudian melakukan terobosan dimulai pada awal Covid-19. Keuangan yang hancur karena pandemi memaksa banyak pemuda di lingkungan tersebut hilang pekerjaan. Dari situ, Imam kemudian mengajak sejumlah pemuda untuk belajar budidaya ayam dan lele.
“Cuma, selalu tidak berhasil karena persoalan pakan mahal lalu ketika itu penjualan harganya tidak seimbang. Maka, kami ajak mereka belajar ke Pasuruan, ke Banyumas, ke Malang kita belajar ketemulah maggot itu,” kata Imam.
Kenapa maggot, Imam mengaku, karena bisa dikembangkan hanya dengan memanfaatkan sampah. Utamanya sampah organik yang jumlahnya cukup besar dan menjadi problem di lingkungan sekitar.
Selain itu, ia mengatakan, bahwa maggot memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi bermanfaat untuk peternakan. Maggot-maggot yang dihasilkan kemudian menjadi makanan bagi lele dan ayam.
Bahkan, hasilnya dinilai sangat bagus karena mengatasi problem budidaya lele yang umum terjadi faktor makanan dan air keruh. “Di kondisi air keruh pun dia tidak stress. Biasanya lele tergantung pakan dan air, kalau air keruh dia stress, dengan maggot mengurangi pakan pelet sehingga tidak membuat air keruh, apalagi ditambahi kekebalan tubuh akibat maggot itu,” bebernya.
Proses Kembang Biak Maggot
Dalam prosesnya, ia mengatakan, mengumpulkan seluruh sampah yang ada di lingkungan sekitar termasuk tiga pasar di desa tersebut. Sampah tersebut kemudian ditampung dan dipilah di rumah vila sampah, hanya sampah organik yang digunakan untuk budidaya maggot.
Kemudian, sampah tersebut dikumpulkan dan ditaruh di tempat kandang lalat berukuran sekitar 3x2 meter. Di mana, dalam kandang tersebut lalat mengalami proses kembang biak dan menelurkan calon anakan.
“Setelah menetas usia 3-4 hari kelihatan maggot kecil lalu kita kasih sampah organik. Lah dia akan mengurai sampah itu. Sari sampahnya dihisap sama maggot kecil itu, sampah yang kering jadi pupuk, lalu yang menghisap jadi besar. Itu kemudian jadi protein,” jelas Imam.
Pertamina EP Cepu Komitmen Jaga Pelestarian Alam
Keberhasilan BSM-KH dalam mengembangkan usahanya tak lepas pula dari dukungan PT Pertamina EP Cepu Zona 12. Di mana, dukungan yang diberikan berupa peningkatan kapasitas hingga pemberian alat maupun bangunan.
“Sehingga mereka memiliki kemampuan mengelola sampah dengan jumlah lebih luas lagi. Itu bagian dari kepedulian kami terhadap lingkungan," kata Edi Arto selaku Officer Community Relation and CSR PT Pertamina EP Cepu Zona 12 kepada Ngopibareng.id.
Ia mengaku, dukungan yang diberikan tak lepas dari ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah. Khususnya di Kecamatan Ngasem. Tercatat, data per Desember 2023 sampah organik yang dihasilkan sebesar 1.800 Kg, sedangkan sampah domestik non-B3 di Lapangan JTB sebesar 23.800 Kg.
Hal tersebut kemudian dipotret oleh PT Pertamina EP Cepu Jambaran Tiung-Biru (PEPC JTB) dengan membuat program Sistem Integrasi Ikan, Maggot, Unggas dan Ternak Bersama Masyarakat Sadar Lingkungan (SI Imut My Darling) menggandeng kelompok BSM-KH.
Advertisement