Budidaya Lele di Desa Kedungringin, Kabupaten Pasuruan
Desa Kedungringin, Beji, Pasuruan, selama ini dikenal sebagai langganan banjir. Namun, desa ini telah menjelma sebagai Sentra Budidaya Lele. Kepala desa setempat, Vicky Arianto telah menggeluti usaha budidaya lele selama lima tahun.
Hebatnya, untuk menekan biaya pakan yang semakin mahal, pria 30 tahun itu mempoduksi sendiri pakan lele yang dibuatnya dari kombinasi bahan alami, yakni kunir, tetes tebu, bungkil jagung, sekem padi, minyak ikan, dan pre biotic. Alhasil, selain efisien, Vicky juga bisa mengambil keuntungan lebih banyak ketimbang harus membeli pakan.
Berawal dari iseng, Vicky yang melihat lele sebagai ikan tahan banting dan bisa hidup di air maupun lumpur, sehingga timbul keinginan untuk memperbanyak jumlah ikan lele dumbo sejak tahun 2013.
“Pas banjir pasti banyak ikan lele dimana-mana. Bahkan, ketika terjepit di air yang tinggal sedikit masih bisa hidup lama. Saya tertarik untuk budidaya lele,” ungkapnya.
Sebelum menggunakan pakan 'modifikasi', Vicky sempat membeli pakan untuk ternaknya. Namun, biaya pembelian pakan membuat Vicky tak bisa mengambil keuntungan lebih. Kini, Vicky mulai memproduksi pakan 'modifikasi'. Hasilnya, setiap 1 ton lele bisa meraup keuntungan antara Rp2-5 juta.
“Pakan ikan lele hanya Rp 280 ribu per 30 kg. Sedangkan pakan ikan mujaer malah di bawahnya, hanya Rp 180 ribu per 1 sak nya,” pungkasnya.
Dengan modifikasi pakan, Vicky bisa memproduksi lele hingga mencapai 10 ton untuk satu bulan. Seluruh hasil panen tersebut dijual ke perusahaan di Sidoarjo dan Surabaya dengan harga Rp 10 ribu-Rp 14 ribu per kilogramnya.
Budidaya lele milik Vicky terbilang bagus. Dalam seminggu ia bisa panen hingga dua kali. Sekali panen bisa menghasilkan 1-1,5 ton lele dari 68 kolam yang terdiri dari 48 kolam bulat berdiameter 3 meter, 10 kolam tanah serta 10 kolam beton. Sedangkan benih ikan lele sendiri didapatkan dari warga sekitar Desa Kedungringin hingga CangkringMalang. (emil)
Advertisement