Budi Daya Kerapu di Keramba Hasilnya Ratusan Juta
Mayoritas dari sekitar 10.000 jiwa penduduk Pulau Giliketapang, Kabupaten Probolinggo berprofesi sebagai nelayan tangkap. Sekitar 95 persen warganya mengandalkan mata pencahariannya dari menangkap ikan di laut dan menjualnya. Sebagian lagi mengolah ikan kering (asin).
Hanya sebagian kecil, sekitar 5 persen yang menjadi pedagang dan pegawai. Selain nelayan tangkap, sejumlah warga di Desa Giliketapang, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo ada yang mencoba budi daya ikan kerapu sistem keramba jaring apung di perairan laut.
Munir, 36 tahun, warga Giliketapang merintis budi daya ikan kerapu sejak 2012 silam. Awalnya, budi daya kerapu dianggap tidak lazim di lingkungan warga nelayan yang turun-temurun melaut.
“Awalnya, saya dicibir sebagian warga, dikatakan gak mungkin berhasil. Ngapain budi daya ikan, lha wong selama ini ikan tinggal menangkap di laut,” ujar Munir, Sabtu, 4 Desember 2021.
Namun Munir pantang menyerah untuk terus membudidayakan ikan yang menjadi komoditas ekspor itu. Ikan kerapu juga sangat digemari warga negeri ini dan menjadi hidangan primadona di sejumlah restoran hingga warung tegal (warteg).
Kerja keras Munir membuahkan hasil. Hal itu bisa dilihat dari 200 keramba yang dimilikinya di kawasan perairan laut di timur Pulau Giliketapang, sekitar 100 meter dari bibir pantai. Keramba sebanyak itu berisi 540.000 ekor kerapu.
Setiap keramba dengan ukuran 12 x 12 meter persegi dan kedalaman 10 meter itu dipilah menjadi 9-12 petak kolam. Petak-petak kolam berisi ikan-ikan kerapu dengan ukuran berbeda-beda.
Dalam setahun, Munir mengaku, bisa memanen kerapu dua kali. Yakni, setelah 10 bulan dan 12 bulan benih kerapu ditabur di petak kolam.
Disinggung kendala yang dihadapinya, ia menyebut benih kerapu usia di bawah 4 bulan rawan mati. “Selain itu kendalanya, tidak tersedia benih kerapu di Probolinggo. Saya harus beli benih kerapu di Situbondo dan Banyuwangi,” ujarnya.
Ditanya pendapatan dari budi daya kerapu sistem keramba itu, Munir mengatakan, Rp300-500 juta per tahun tergantung banyaknya ikan dan keramba yang dipasang.
Yang jelas, untuk pemasaran kerapu Munir mengaku, tidak kesulitan. Sebab sudah ada pabrik pengolahan ikan yang siap menampung. “Selain itu pasar ekspor ke Hongkong dan China terbuka luas,” katanya.
Kini, keberhasilan Munir membuat sebagian warga Giliketapang yang awalnya murni nelayan tangkap, mulai melirik budi daya ikan kerapu. Ia pun siap membimbing dan bekerja sama dengan nelayan lain.
Munir berharap, pemerintah daerah ikut turun tangan misalnya, dalam penyediaan benih kerapu. Juga membantu mengatasi tingkat kematian kerapu usia 0-4 bulan yang cukup tinggi.
Advertisement