Budayawan Lamongan Minta Stop Lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet
Lagu 'Joko Tingkir Ngombe Dawet' terus menuai protes. Kali ini, giliran tokoh budayawan dan ahli sejarah Lamongan yang angkat bicara.
Hidayat Ikhsan, budayawan Lamongan, sangat menyayangkan sekaligus menilai lagu yang kini sedang ngetren itu, tidak etis.
Bahwa, tidak sepatutnya Joko Tingkir sebagai salah satu tokoh besar sejarah dalam perkembangan pemerintahan dan agama Islam di Jawa itu diangkat sebagai syair lagu yang diparodikan berupa parikan atau pantun dan bukan pada tempatnya.
"Secara riil saja, mosok Joko Tingkir ngombe dawet. Semasa itu kan belum ada dawet. Memang, siapa saja boleh minum dawet, tapi kalau menilik lagu dan syairnya kan dipakai guyonan.Guyonan tidak apa-apa juga, tapi kalau tidak mathuk (bukan pada tempatnya) itu namanya tidak etis. Mestinya, tokoh besar itu harus dihormati, " katanya, Kamis, 11 Agustus 2022.
Apalagi, lanjut Hidayat Ikhsan, nama Joko Tingkir sudah menjadi salah satu ikon Lamongan. Salah satunya disebutkan, tim sepak bola Lamongan menyebut dirinya dengan Laskar Joko Tingkir. Tidak hanya itu, beberapa instansi pemerintah bahkan TNI/Polri juga memakai nama ini untuk menami sebuah tim operasionalnya.
"Jadi saya berharap lagu dengan syair parikan Joko Tingkir itu harus dihentikan. Penciptanya juga harus minta maaf kepada masyarakat Lamongan, " tandasnya.
Sejarah Joko Tingkir
Budayawan asli warga pantura Lamongan ini sedikit mengulas, Joko Tingkir merupakan tokoh pejuang dan pemberani. Dia Putra Kiai Pengging dan hidup di masa Kerajaan Pajang.
Pola pikirnya lurus. Pernah dipecat dari bala tentara kerajaan. Tetapi ditarik kembali setelah memenangkan sayembara karena mengalahkan Kebondanu yang lagi mengamuk.
Dalam pengembaraannya menyusuri Bengawan Solo, perjalanan hidupnya hingga ke daerah Pringgoboyo, Kecamatan Maduran. "Dan, makamnya ditemukan dan diziarahi oleh Gus Dur (Abdurrahman Wachid) di Desa Pringgoboyo tersebut, "tuturnya.
Senada itu, Supriyo, pemerhati budaya Lamongan, juga mengecam lagu yang dipopulerkan pelawak Percil (Deni Afriandi) hingga Deni Cak Nan ini. Sama, dia secara tegas menilai, tidak etis.
"Jelas, Joko Tingkir dalam syair lagu tersebut dipakai guyonan. Sehingga, jika itu dibiarkan nantinya akan ada tokoh-tokoh besar lainnya akan diperlakukan yang sama. Dan itu sangat tidak etis," tukasnya.
Apalagi, lanjut pria yang tekun berburu situs sejarah ini, baik pencipta lagu maupun obyek syair sama-sama asal Jawa, yang sangat menjunjung tinggi adab sopan santun dan menghormati.
"Berdasarkan kultur masyarakat Jawa, hal itu sangat tidak etis. Lagunya enak, tapi jangan pakai syair Joko Tingkir lah. Kan bisa Joko Kenthir atau Joko Kintir atau yang lain," ujarnya.
Namun demikian, masih menurut Priyo, sapaan akrabnya, lagu Joko Tingkir harus dihilangkan atau tidak dinyanyikan oleh siapapun. Selain itu, pencipta lagu harus meminta maaf lebih dulu kepada publik.
"Tidak hanya kepada masyarakat Lamongan, tapi secara umum. Karena Joko Tingkir bukan hanya ikon Lamongan, tapi juga ikon masyarakat Jawa, " pungkas, pria yang juga terkenal dengan sapaan Yoks Kalacakra ini.