Budaya Rebo Wekasan, Ritual Tolak Bala dan Mitosnya
Rebo Wekasan jatuh pada hari Rabu terakhir di bulan Safar, yakni pada 6 Oktober 2021. Rebo dalam bahasa Jawa adalah hari Rabu, sedangkan Wekasan adalah pungkasan atau terakhir, sehingga dinamai Rebo Wekasan dalam istilah Jawa. Sedangkan bulan Shafar adalah bulan kedua dalam penanggalan tahun Hijriyah (Islam).
Nama lain dari Rebo Wekasan tersebut yakni Rabu Pamungkas, Arba Mustakmir, atau Arba Musta'mir, yang mana sejumlah masyarakat percaya, bahwa di waktu itu akan turun bencana dan sumber penyakit, sehingga harus melaksanakan berbagai ritual tradisi untuk tolak bala.
Tak jarang masyarakat yang mempercayainya lebih berhati-hati dan mengurangi aktvitas yang bertepatan pada Rebo Wekasan ini. Sehingga, sebagian dari masyarakat lebih memilih untuk berdiam diri di rumah atau dengan memperbanyak amalan sunnah.
Adapun amalan sunnah yang biasa dilakukan saat datangnya hari Rebo Wekasan ialah seperti salat tolak balak, puasa, serta doa agar terhindar dari musibah.
Sejarah Rebo Wekasan
Awalnya Rebo Wekasan merupakan upacara tradisional yang pada mulanya dilakukan di tempuran (tempat bertemunya dua sungai) Gajah Wong dan Opak, yang berhubungan dengan mitos Sultan Agung saat mengadakan pertemuan dengan penguasa pantai selatan yaitu Kanjeng Ratu Kidul. Karena kemudian dirasakan menimbulkan efek negatif, kemudian acara ini digeser menjadi bentuk acara mengarak gunungan lemper diiringi arak-arakan.
Biasanya dimulainya rangkaian upacara adat Safaran yang nanti akan berakhir di Jumat Kliwon bulan Maulid (Mulud). Seperti upacara Sedekah Ketupat dan Babarit di daerah Sunda kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap. Keistimewaan hari Rebo Wekasan adalah karena inilah satu satunya hari yang tidak tergantung pada hari pasaran dan neptu untuk melakukan suatu upacara adat.
Dalam adat Kejawen, hari pasaran dan neptu adalah sangat penting demi keselamatan dan berkah dari acara. Konon ini adalah hari datangnya 320.000 sumber penyakit dan marabahaya 20.000 bencana. Maka rata-rata upacara yang dilaksanakan pada hari ini adalah bersifat tolak bala.
Upacara Adat Rebo Wekasan
1. Sedekah Ketupat, Sidekah Kupat di daerah Dayeuhluhur, Cilacap.
2. Upacara Rebo Pungkasan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.
3. Ngirab, di daerah Cirebonan.
4. Safaran di beberapa daerah.
Makanan yang disajikan untuk upacara adat biasanya berupa ketupat, apem, dan nasi tumpeng.
Tradisi Rebo Wekasan di Tiap Daerah Berbeda-beda
Tak hanya masyarakat Kejawen saja yang memperingati hari Rebo Wekasan dengan cara membuat rangkaian acara atau tradisi. Tetapi, ada tradisi di daerah lain ketika Rebo Wekasan.
1. Rebo Wekasan di Cirebon
Keraton Kanoman Cirebon menjalankan tradisi Rebo Wekasan dengan keunikan tersendiri. Terdapat beberapa rangkaian dalam ritual ini, bahwa orang-orang akan berdoa dan ngirab mandi di sungai. Lalu di keraton sendiri ada tawurji dan ngapem.
Tawurji adalah ritual melempar koin kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menolak bala dengan cara berbagi rezeki kepada warga yang kurang mampu. Selain uang, pihak keraton juga berbagi apem. Jajanan ini dipilih sebab merupakan simbol dari manusia yang sedang diberi ujian.
2. Rebo Pungkasan di Wonokromo, Bantul, Yogyakarta
Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta menyebut hari keramat tersebut sebagai Rebo Pungkasan. Dalam bahasa Jawa, pungkasan berarti akhir. Sehingga pada Rabu terakhir di bulan Safar, para warga mengadakan serangkaian acara untuk tolak bala.
Kegiatan ini umumnya diadakan di Balai Desa Wonokromo yang seringkali dihadiri oleh Bupati Bantul. Acara ini menjadi bagian dari budaya. Keistimewaan dari Rebo Wekasan adalah adanya lemper raksasa dengan panjang sekitar 2,5 meter dan lebar kira-kira 0,5 meter. Makanan ini dikirab dari Masjid Al-Huda Karanganom menuju Balai Desa Wonokromo. Lalu penganan ini dipotong untuk dibagikan kepada warga.
3. Rabu Abeh di Aceh
Masyarakat Aceh juga melaksanakan tradisi Rebo Wekasan atau Rabu Abeh. Warga akan beramai-ramai ke pantai, sungai, atau pemandian. Safar sendiri dipercaya sebagai bulan bercuaca panas yang mampu mendatangkan penyakit dan bencana lain. Sehingga mereka melakukan ritual tolak bala dengan cara berdoa yang dipimpin oleh pemuka setempat. Dilanjutkan kenduri nasi dalam bungkus dan lauk berupa ikan.
Tidak sampai di situ, mereka pun melakukan bersih diri dengan mandi di sungai, pantai, atau pemandian. Bertujuan untuk meluruhkan segala hal di dalam tubuh yang dapat mengundang bala. Upacara adat ini dapat disaksikan di beberapa tempat, salah satunya Krueng Nagan.
4. Robo-robo di Kalimantan Barat
Robo-robo merupakan sebutan untuk tradisi Rebo Wekasan yang dilaksanakan oleh warga Kalimantan Barat, tepatnya sekitaran sungai Kuala Mempawah. Selain sebagai ajang tolak bala, upacara tersebut dilaksanakan juga untuk menyambut Maulid Nabi.
Robo-robo dilaksanakan cukup meriah dengan beragam beragam agenda. Di antaranya doa dan makan bersama dengan menu khas Kalimantan Barat di antaranya sambal serai udang, ikan asam pedas, bingke, sangon, dan jorong. Kemudian dilanjutkan dengan melarung berbagai jenis makanan ke sungai. Hal itu adalah wujud doa kepada Tuhan agar selalu dijauhkan dari bencana dan diberi berkah.
5. Petik Laut di Banyuwangi
Ada pula masyarakat yang melakukan tradisi Rebo Wekasan dengan Petik Laut, seperti di Pantai Bulusan, Banyuwangi, Jawa Timur. Kegiatan tersebut dilakukan agar nelayan terhindar dari bencana, diberi keselamatan saat melaut, dan mendapatkan hasil tangkapan tumpah ruah.
Petik Laut ditandai dengan pelarungan sajen berisi aneka ragam penganan mulai dari jajanan pasar, polo pendem, dan kepala kambing. Hanyutnya sajen merupakan lambang dari menyingkirkan bala dan penyakit, prosesi tersebut pun diiringi oleh tarian Gandrung.
Mitos Rebo Wekasan
Ada beberapa mitos pada Rebo Wekasan yang berkembang dalam masyarakat.
1. Larangan Menikah
Larangan menikah karena menganggapnya sebagai hari kesialan, beberapa masyarakat masih percaya bahwa menikah pada hari itu bisa menimbulkan sesuatu yang buruk, sehingga lebih baik dihindari.
2. Arba Mustakmir
Dalam kepercayaan masyarakat Arab kuni, Arba Mutakmir dianggap sebagai menjadi hari diturunkannya bala musibah untuk setahun (Rebo Wekasan). Sehingga dianjurkan untuk mengingat Allah dan banyak beristigfar, dilarang bepergian jauh kecuali ada keperluan yang mendesak.
3. Tidak keluar rumah
Mitos saat Rebo Wekasan dianjurkan untuk tidak bepergian keluar rumah. Sebab hal ini akan mendatangkan musibah seperti kecelakaan atau musibah lainnya. Tidak ada salahnya jika menganggap Rebo Wekasan sebagai hari kesialan, sehingga kita jadi lebih berhati-hati dan memperbanyak berdoa.
Rebo Wekasan dalam Pandangan Agama Islam
Dikutip dari NU Online, sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah. Rebo Wekasan bukan merupakan salah satu syariat dalam Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Karena itu melaksanakan puasa jika diniatkan untuk Rebo Wekasan merupakan hal yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan karena tidak ada dalam ajaran agama Islam.
Mengutip KH. Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren Al Wardiyah Tambakberas Jombang, Jawa Timur, para ulama yang menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo Wekasan.
Pertama, tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Shafar, yang ada hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus, dan hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.
Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawwuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.
Ketiga, tidak boleh, kecuali hanya sebatas salat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (salat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Barang siapa yang melakukan salat 4 rakaat (nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah Al Fatihah dibaca surat Al Kautsar 17 kali lalu surat Al Ikhlash 5 kali, surat Al Falaq, dan surat An Naas masing-masing sekali; lalu setelah salam membaca doa, maka Allah akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.