Budaya Mengakar, Kemenag Harap Ada Hari Sarung Nasional
Sarung selama ini menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi kehidupan sehari-hari para santri, kiai, ulama di dalam lingkungan pondok pesantren. Terkesan kolot, sarung ini kemudian semakin menjadi modern menyesuaikan perkembangan zaman dunia tata busana.
Untuk itu, puluhan peraga menampilkan gaya-gaya modern motif dan gaya dalam memakai sarung dalam kegiatan Fashion Show Sarung Santri Nusantara di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Sabtu 21 Oktober 2023 malam.
Tak hanya peraga, hampir seluruh peserta baik undangan maupun masyarakat umum hadir dengan menggunakan sarung.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Qoumas mengatakan, fashion show sarung ini tak lain untuk mempertahankan tradisi bersarung yang sudah ada sejak lama dan tak pernah berubah bentuknya.
Tak hanya itu, ia juga menyampaikan, bahwa dengan fashion show ini sekaligus mereduksi anggapan-anggapan miring yang menyebut tradisional, kolot dan sebagainya. Apalagi, budaya bersarung ini tak hanya di Indonesia saja tapi seluruh dunia.
"Sarung ini adalah bukti dari kesinambungan sejarah dan ketersambungan kawasan peradaban yang sangat luas. Kalau di Indonesia mayoritas muslim santri dan kiai bersarung, maka mari kita lihat masyarakat India mayoritas Hindu orangnya bersarung, masyarakat Myanmar juga bersarung. Ini berarti sarung merupakan penyambung dari sekaian banyak masyarakat yang heterogen dalam satu kawasan yang luas," ujar Gus Yahya.
Karena itu, ia mengatakan, bahwa sarung telah memberi makna besar dalam budaya yang menyatukan dan mampu melebur dengan perkembangan zaman.
"Saya kira ini modal yang menjadikan santri nusantara selamat dari gonjang-ganjing sejarah global yang telah menimbulkan berbagai macam kesulitan di tempat lain. Ini satu hal yang patut kita syukuri, mengingat makna penting sarung ini dan vitalitas budayanya. Saya kira tidak ada yang lebih ulet dalam vitalitas melebihi sarung. Sarung dari zaman kuno sampai sekarang bentuknya sama tinggal motifnya tergantung perkembangan budaya," ujarnya.
Dengan ini, pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin itu kembali mengingatkan, poin penting momen Hari Santri ini. Yaitu mengingat sejarah resolusi jihad yang harus diwujudkan dengan mempertahankan dan memajukan NKRI.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Saiful Dasuki mengatakan, pihaknya mendorong penetapan hari sarung nasional karena telah menjadi budaya di Indonesia.
Bahkan, lanjut Saiful, dengan kemajuan zaman ini sarung sudah bisa digunakan tidak hanya untuk salat tapi juga untuk kegiatan-kegiatan selain ibadah.
"Artinya, yang dulu dianggap tradisional, yang dianggap terbelakang, hari ini sudah menjadi bagian yang tidak lepas dari hal-hal yang digunakan oleh pejabat-pejabat negara. Bahkan, seorang presiden dan wakil presiden juga menjadikan pakaian yang biasa dalam kegiatan-kegiatan tertentu," ujarnya.
Tak hanya itu, sarung juga tak hanya digunakan oleh umat islam saja tapi umat agama lain. Membuktikan, sarung dapat menyatukan.
"Inilah wujud dari persatuan dan kesatuan yang hakikatnya menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa sarung menjadi kuat karena dia diikat melalui tenun, begitu pula bagi bangsa kita tentunya. Bangsa kita yang berbeda, beraneka ragam ini tentunya menjadi ikatan-ikatan tenun yang akan terus memperkuat kita dalam ikatan berbangsa dan bernegara," tutur Saiful.
Karena itu, ia berharap Sarung Santri Nusantara dapat ditetapkan sebagai Hari Sarung Nasional. "Mudah-mudahan ditetapkan pemerintah untuk menjadi Hari Sarung Nasional sebagai wujud memelihara tradisi dan apa yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita," pungkasnya.
Advertisement