Budaya Kupatan dan Filosofinya, Ini Penjelasan Leluhur
Di kalangan masyarakat Jawa, ada budaya yang namanya kupatan atau 'Riyaya Kupat'. Riyaya kupat sebagai penutup dari Hari Raya Idul Fitri, yang dirayakan satu minggu setelah lebaran.
Menjelang kupatan ini saya tiba-tiba teringat almarhumah nenek saya, seorang guru ngaji di kawasan Manyar Sabarangan Surabaya, kampung kelahiran saya.
Nenek saya yang meninggal dunia pada usia 91 tahun, suatu hari pernah bercerita tentang ketupat ini. Sebagai penjelasan leluhur yang telah melestarikan tradisi budaya Jawa hingga kini.
Ia bertutur, kupatan ini merupakan kiasan atau simbol yang awal mulanya diperkenalkan oleh salah seorang Walisongo yang bernama Sunan Kalijaga. Wali yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa melalui budaya Jawa.
Menurut cerita nenek saya kala itu begini:
Sunan Kalijaga membudayakan dua kali 'Bakda', yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat yang dimulai seminggu sesudah Lebaran.
Arti Kata Ketupat.
Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus.
Ketupat atau Kupat merupakan kependekan dari: ngaku lepat dan laku papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku lepat
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Laku papat:
1. Lebaran
2. Luberan
3. Leburun
4. Laburan
Lebaran:
Sudah usai,
menandakan berakhirnya waktu puasa.
Luberan:
Meluber atau melimpah,
ajakan bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah.
Leburan:
Sudah habis dan lebur.
Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis, karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan:
Berasal dari kata labur,
dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air
maupun pemutih dinding.
Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Filosofi kupat lepet
Kupat:
Kenapa mesti dibungkus janur ?
Janur, diambil dari bahasa Arab "Ja'a nur " (telah datang cahaya ).
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat HATI manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti
KUPAT YANG DIBELAH,
pasti isinya putih bersih,
hati yang tanpa iri dan dengki.
Kenapa?
Karena hatinya sudah dibungkus CAHAYA (ja'a nur).
Lepet:
Lepet = silep kang rapet.
Mangga dipun silep ingkang rapet (Mari kita KUBUR/TUTUP YANG RAPAT).
Jadi setelah ngaku lepat,
meminta maaf,
menutup kesalahan yang sudah dimaafkan.
Jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.
Artinya:
kupat dan lepet yang disajikan seminggu setelah lebaran bukan sekadar makanan tapi merupakan pitutur kehidupan yang dikemas dalam bentuk kupat dan lepet yang terbuat dari bahan beras dan ketan.
Advertisement